Terkait Sengketa Lahan Masyarakat dengan PT SBP, Komisi II DPRD Inhu Pembentukan Pansus

Inhu, Kompas 1 net – Terkait sengketa lahan antara PT Sinar Belilas Perkasa (PT SBP) dan masyarakat Desa Sungai Raya serta Sekip Hilir, Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri hulu (Inhu)-Riau, bergulir panas. PT SBP, yang menjadi pemenang lelang Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Alam Sari Lestari (PT ASL) pasca pailit, diminta tunduk pada hukum perdata dan dagang yang berlaku di Indonesia terkait lahan yang digarap masyarakat namun di klaem masuk dalam HGU yang mereka beli, Senin 3/2/2025).

Dedi Handoko Alimin kuasa pembeli dari PT SBP diminta tunduk dengan hukum perdata, hal itu mencuat dalam hearing Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi II DPRD Inhu di ruang rapat lantai II DPRD Inhu, RDP tersebut menghadirkan General Manager PT SBP, Lian Raya Tarigan, dan Manajer PT SBP, Benedigtus Sidabutar, serta Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pekanbaru, Maulina Fahmilita.

Bacaan Lainnya

Rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPRD Inhu, Arsyadi SH, turut dihadiri Ketua DPRD Inhu, Sabtu Pradansyah Sinurat, seluruh anggota Komisi II DPRD Inhu, Kepala Kantor BPN/ATR Inhu Syafrisar Masri Limart, serta sejumlah pejabat instansi terkait di lingkungan Pemda Inhu.

Dalam RDP tersebut, ketua komisi II sebagai pimpinan rapat Arsyadi, menyoroti laporan masyarakat Desa Sungai Raya dan Sekip Hilir yang mengaku menjadi korban kriminalisasi setelah PT SBP membeli HGU PT ASL melalui lelang KPKNL Pekanbaru. Masyarakat yang telah lama mengelola lahan tersebut, mendadak menghadapi proses hukum pidana karena dianggap menguasai lahan yang kini diklaim masuk dalam HGU milik PT SBP hasil lelang PT ASL.

“Kami di DPRD Inhu akan selalu berpihak kepada petani yang dizalimi dan dikriminalisasi,” tegas Arsyadi. Seraya meminta KPKNL Pekanbaru memaparkan hasil risalah lelang untuk memperjelas status hukum lahan masyarakat konflik dengan PT SBP tersebut.

Kepala KPKNL Pekanbaru, Maulina Fahmilita, menegaskan bahwa PT SBP, yang diwakili oleh Dedi Handoko Alimin sebagai kuasa pembeli, harus tunduk pada risalah lelang. Dalam risalah lelang tersebut, dinyatakan bahwa PT SBP memperoleh HGU PT ASL dalam kondisi apa adanya. Jika ada pihak yang masih menghuni atau mengelola lahan tersebut, proses pengosongan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pembeli, namun harus dilakukan sesuai mekanisme hukum perdata lewat pengadilan, bukan pidana.

“Jika pengosongan tidak dapat dilakukan secara sukarela, pembeli harus mengajukan permohonan penetapan ke Pengadilan setempat. Ini adalah proses perdata, bukan pidana,” jelas Maulina mengacu pada risalah lelang nomor 581/03.03/2024.01 tanggal 28 Agustus 2024.

Menanggapi pernyataan berbagai pihak dalam hearing tersebut, General Manager PT SBP, Lian Raya Tarigan, menyatakan bahwa sebagian besar lahan yang dibeli PT SBP sebelumnya telah dikelola oleh PT Swarkasa Sawit Raya (PT SSR) dan PT Sawit Bertuah Lestari (PT SBL) sudah menyerahkan lahan sawit tersebut secara sukarela kepada PT SBP.

“Jika ada pihak yang merasa dizalimi, kami persilakan menempuh jalur hukum,” ujarnya.

Namun, pernyataan dari PT SBP memicu reaksi keras Ketua Komisi II DPRD Inhu, Arsyadi. Dia mempertanyakan mengapa masyarakat yang telah lama mengelola lahan tersebut justru menghadapi tekanan, sementara dua perusahaan sawit bisa menyerahkan lahan tanpa melalui proses pengadilan.

“Ada surat dari BPN yang menyatakan lahan tersebut terlantar. Kenapa masyarakat dipaksa menyerahkan lahan tanpa penetapan pengadilan, sementara PT SSR dan PT SBL bisa menyerahkan secara sukarela? Ada apa ini?” tanya Arsyadi dengan nada geram.

Rekomendasikan Pembentukan Pansus

Melihat kompleksitas dan ketidakjelasan dalam penyelesaian sengketa lahan masyarakat petani di Sungai Raya dan Sekip Hilir Kecamatan Rengat, sejumlah Anggota komisi II DPRD Inhu, merekomendasikan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) menangani masalah lahan perkebunan PT SBP. Pansus DPRD Inhu diharapkan dapat mengurai persoalan secara tuntas, memastikan tidak ada pihak yang dirugikan, serta mengawasi agar penyelesaian dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan masyarakat tidak dikriminalisasi.

“Kami akan segera bentuk Pansus untuk mengusut tuntas persoalan ini. Masyarakat tidak boleh terus menjadi korban dalam konflik agraria seperti ini,” tutup Arsyadi.

Dengan adanya Pansus, DPRD Inhu berharap sengketa lahan perkebunan masyarakat di Sungai Raya dan Sekip Hilir dapat diselesaikan secara adil, tanpa ada kriminalisasi terhadap petani, serta memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Jaya: Kompas1 net Inhu, Melaporkan

Pos terkait