Pekanbaru, Kompas 1 net – Perayaan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025 yang digelar Kamis (1/5/2025) di PT Perkebunan Nusantara IV Regional III, Jalan Rambutan, Pekanbaru, berlangsung meriah secara tampilan, namun hambar dalam makna. Di tengah pidato-pidato pejabat tentang produktivitas dan kesejahteraan, suara buruh justru nyaris tak terdengar.
Kapolda Riau Irjen Pol Dr. Herry Heryawan, SIK, MH, M. Hum hadir bersama Gubernur Riau Abdul Wahid dan jajaran Forkopimda. Tema acara—“Merajut Kebersamaan untuk Peningkatan Kesejahteraan Pekerja/Buruh dan Produktivitas Nasional”—terdengar mulia, namun bagi sebagian buruh, itu hanya slogan yang tak pernah menjelma menjadi kenyataan.
“Setiap tahun kami ikut acara begini, tapi setelah pulang, hidup kami tetap sama. Upah tak naik, kerja kontrak terus, belum lagi ancaman PHK kalau kami bersuara,” keluh Wahyudi, salah satu buruh dari sektor perkebunan yang hadir di lokasi.
Kehadiran aparat dan para pejabat dalam acara ini dinilai sekadar ritual tahunan. Tanpa komitmen nyata untuk mendorong perbaikan kebijakan ketenagakerjaan, May Day di Riau kembali jadi simbol kemandekan perjuangan kelas pekerja.
“Yang kami butuhkan bukan sekadar spanduk dan panggung musik, tapi kepastian kerja, upah layak, dan perlindungan hukum,” tambah Yulinda, buruh perempuan yang tergabung dalam salah satu serikat pekerja.
Sementara itu, angka pengaduan buruh ke Dinas Ketenagakerjaan terus menunjukkan problem klasik yang belum terpecahkan: upah di bawah UMP, status kerja outsourcing tanpa kejelasan, hingga pelanggaran hak cuti dan jaminan sosial.
Alih-alih memperjuangkan suara buruh, May Day di Pekanbaru tampak lebih sibuk merapikan citra. Di tengah tenda VIP dan sambutan penuh basa-basi, nasib buruh kembali jadi catatan kaki. Mereka hadir, mereka difoto, tapi suara mereka tetap diabaikan.***Tim