Pekanbaru, Kompas 1 Net-Kuasa Hukum Himpunan Masyarakat Adat Pulau Rempang dan Galang mendaftarkan gugatan tentang pembatalan perjanjian pengelolaan dan pengembangan Pulau Rempang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 25 September 2023. Gugatan itu ditujukan kepada Badan Pengusahaan Batam atau BP Batam, Wali Kota Batam, PT Makmur Elok Graha, Presiden RI, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Sementara itu, Perusahaan Xinyi dan notaris menjadi pihak yang turut tergugat.
Menyikapi itu, pakar lingkungan Dr.Elviriadi mengkonfirmasi media ini pada selasa (26/9) relokasi Warga Rempang status quo.
“Ya, dihentikan sementara. Relokasi warga Rempang status quo dan belum bisa dilanjutkan demi hukum. Sudah masuk ranah perdata dalam gugatan Perbuatan Melawan Hukum, ” terang doktor Managemen Lingkungan UKM Malaysia.
Akademisi yang kerap menjadi ahli perdata pertanahan itu menilai menteri Bahlil dan BP Batam tergesa gesa.
“Hak Pengelolaan (HPL) nya PT.MEG itukan lagi proses. Lokasi belum klir and klin, bahkan warga menolak. Kalau warga menolak bagaimana mau Peralihan Hak.
Kan PP 40 tahun 1996 syarat nya gitu. Jadi agak terburu burulah menurutku, ” ucap Putra Melayu Meranti.
Pengurus PP Muhammadiyah itu menilai ada kejanggalan perdata dalam proyek Eco City.
Saya lihat ada yang janggallah. BP Batam akan kasi lahan seluas 17.000 hektare di Rempang dan Galang. Itu apa dasar hukumnya? Apa alas hak BP Batam.
Selain itu, Otorita Batam (BP Batam) dan Wali Kota Batam melakukan perjanjian kerja sama dengan investor pada 2004. Kan dibiarkan kosong sampai 2023. Perjanjian usaha ada limit oleh Undang Undang, tak bisa sesuai selera dan hilang timbul. Apalagi tiba tiba substansi investasi di ganti ke industri kaca dan dialihkan ke pihak ketiga. Gak bisalah, ” pungkas peneliti cukong yang ikhlas gundul demi hutan Rempang.**