Dalam konstruksi perkaranya, PT. TEP mengajukan penawaran kepada PPSJ terkait tanah di Rorotan seluas 11,7 Ha dengan nilai sekitar Rp3,2 juta/m2, melalui mekanisme Kerja Sama Organisasi (KSO). Penawaran tersebut ditindaklanjuti dengan negosiasi antara PPSJ dan PT. TEP untuk menentukan nilai tanah dimaksud.
Dalam proses negosiasi antara PPSJ dan PT. TEP diduga terjadi penyimpangan. PPSJ belum menunjuk Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) independen untuk menilai harga tanah. PPSJ juga belum melakukan kajian internal terkait mekanisme KSO dari PT. TEP. Selain itu, YCP dan ISA mengetahui informasi dari KJPP internal bahwa harga penawaran jauh lebih tinggi dari harga tanah wajar, yakni Rp2 juta/m2.
Dewan Pengawas PPSJ tidak menyetujui mekanisme KSO antara PPSJ dan PT. TEP. Akan tetapi, YCP tetap melanjutkan kerja sama tersebut dengan mengubah mekanisme menjadi skema beli-putus dengan kesepakatan harga Rp3 Juta/m2 dan memberi arahan agar menggunakan laporan penilaian KJPP yang ditunjuk oleh PT. TEP. YCP juga diduga menerima fasilitas dari PT. TEP berupa valas sejumlah sekitar Rp3 miliar dan pembelian aset pribadi berupa 1 rumah dan 1 apartemen, yang difasilitasi oleh EKW. Dugaan penyimpangan proses investasi antara PPSJ dan PT.TEP dalam pengadaan tanah ini, telah mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp223 miliar.
Atas perbuatannya, para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber press release KKP RI