Untuk mengatasi wabah Mpox, Kemenkes RI terus berupaya menyediakan vaksin MVA-BN. Karena ketersediaan vaksin saat ini masih terbatas, prioritas pemberian vaksin diberikan kepada daerah-daerah yang telah melaporkan adanya kasus Mpox. IST
Vaksin Mpox memberikan perlindungan pada tingkat tertentu terhadap infeksi dan penyakit berat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan rekomendasi bahwa kelompok masyarakat berisiko tinggi wajib diberikan vaksinasi cacar dan Mpox. Apa yang dimaksud kelompok masyarakat berisiko tinggi? Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menjelaskan, kelompok berisiko tinggi tersebut, antara lain, Lelaki berhubungan seks dengan lelaki (LSL) atau pasangan seks (gonta-ganti pasangan/multiple) dan individu yang kontak dengan penderita Mpox dalam dua minggu terakhir.
“Kelompok berisiko lainnya termasuk petugas laboratorium yang melakukan pemeriksaan spesimen virologi, terutama di daerah yang ada kasus Mpox, dan petugas kesehatan yang melakukan penanganan pada kasus Mpox,” ujar Direktur Pengelolaan Imunisasi Kemenkes RI dr Prima Yosephine, di Jakarta, Rabu (28/8/2024).
Sementara itu, kelompok anak-anak tidak termasuk dalam kelompok sasaran vaksinasi Mpox di Indonesia. Pemberian vaksin dan vaksinasi Mpox di Indonesia bersifat pencegahan. Artinya, vaksinasi bertujuan mencegah munculnya gejala atau meminimalkan keparahan penyakit.
“Salah satu kriteria penerima vaksin Mpox adalah individu yang pernah kontak dengan penderita Mpox (vaksinasi post exposure). Namun, orang yang pernah kontak ini belum tentu terinfeksi. Jadi, imunisasi Mpox masih bersifat pencegahan. Sedangkan, bagi pasien yang sudah terinfeksi akan diberikan pengobatan yang sesuai,” jelas dr. Prima.
Mengacu pada “Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Mpox (Monkeypox)” yang diterbitkan Kemenkes RI pada 2023, pemberian vaksinasi Mpox dalam situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC) masih bersifat komplemen terhadap pencegahan dan pengendalian utama seperti surveilans, pelacakan kontak, isolasi, dan perawatan pasien.
Saat ini, pemberian vaksinasi Mpox secara massal tidak direkomendasikan. Jenis vaksin Mpox yang digunakan di Indonesia adalah golongan Modified Vaccinia Ankara-Bavarian Nordic (MVA-BN). MVA-BN merupakan vaksin turunan smallpox generasi ke-3 yang bersifat non-replicating. Vaksin ini sudah mendapat rekomendasi WHO untuk digunakan saat wabah Mpox.
Vaksin Mpox memberikan perlindungan pada tingkat tertentu terhadap infeksi dan penyakit berat. Setelah divaksinasi, kewaspadaan tetap diperlukan karena pembentukan kekebalan memerlukan waktu beberapa minggu.
Bagi seseorang yang tertular Mpox setelah vaksinasi, WHO menekankan, vaksin tetap melindungi terhadap penyakit berat dan kebutuhan akan rawat inap. Hasil dari penelitian efektivitas vaksin mengindikasikan bahwa vaksinasi memberikan tingkat perlindungan yang baik terhadap Mpox.
Peroleh Akses Vaksin
Untuk mengatasi wabah Mpox, Kemenkes RI terus berupaya menyediakan vaksin MVA-BN. Namun, ketersediaan vaksin saat ini masih terbatas. Karena itu, prioritas pemberian vaksin diberikan kepada daerah-daerah yang telah melaporkan adanya kasus Mpox.
Vaksin Mpox saat ini terbatas dan digunakan pada sasaran prioritas di daerah yang dilaporkan adanya kasus. Lalu, khusus di Bali, karena akan dilaksanakan pertemuan Indonesia Africa Forum pada 1–3 September 2024, di mana ada beberapa peserta dari daerah terjangkit sehingga diperlukan adanya upaya mitigasi risiko untuk mencegah penularan Mpox.
Sejauh ini, berdasarkan laporan “Perkembangan Situasi Penyakit Infeksi Emerging Minggu Epidemiologi ke-33 Tahun 2024 periode 11–17 Agustus 2024,” jumlah kasus konfirmasi Mpox di Indonesia sepanjang 2022–2024 sebanyak 88 kasus yang tersebar di Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Kepulauan Riau, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Sejak WHO menetapkan Mpox sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional pada 14 Agustus 2024, tercatat ada tiga kasus baru yang ditemukan di luar Afrika. Ketiga kasus tersebut ditemukan di Swedia pada 15 Agustus, Filipina pada 19 Agustus, dan Thailand pada 22 Agustus.
Kasus baru di Swedia dan Thailand ini memiliki riwayat perjalanan ke Republik Demokratik Kongo, dengan varian clade Ib. Sementara itu, kasus baru di Filipina merupakan transmisi lokal dan tidak ada riwayat perjalanan, dengan varian clade IIb.
Tercatat pada periode akhir Juni hingga 17 Agustus 2024, terdapat 25.337 kasus Mpox di dunia, dengan 34 kematian. Selain kontak seksual, penularan antara anggota keluarga (household transmission) diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya kasus pada anak-anak di Republik Demokratik Kongo.
Sedangkan, Indonesia pertama kali melaporkan kasus Mpox pada 20 Agustus 2022, dengan satu kasus konfirmasi. Pada 2023, Indonesia kembali melaporkan kasus Mpox, yakni sebanyak 73 kasus konfirmasi, dan pada 2024 sebanyak 14 kasus. Total kasus di Indonesia hingga saat ini adalah 88 kasus.
Menyikapi perkembangan kasus saat ini, Juru Bicara Kemenkes RI dr. Syahril menjelaskan, negara-negara G20 dan ASEAN secara umum menerapkan skrining gejala pada pelaku perjalanan, yang dilanjutkan dengan tes PCR dan isolasi mandiri jika hasil tes positif.
Karena itu, Kemenkes mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap penularan Mpox dan melakukan tindakan pencegahan yang diperlukan.
“Tentunya dengan membatasi kontak fisik/seksual pada penderita/suspek mpox, menghindari gonta-ganti pasangan seks, dan rutin mencuci tangan,” kata dr Syahril.
Sumber: Indonesia.go.id.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari