Pekanbaru-Riau, Kompas 1 net — Setelah menempuh perjalanan panjang dengan aksi jalan kaki, sebanyak 500 petani dari Riau dan Jambi tiba di Kementerian Kehutanan (KLHK), Jakarta, Kamis (12/12/2024). Mereka mendesak penyelesaian konflik agraria yang telah berlangsung puluhan tahun dalam kawasan hutan.
Ketua Umum Komite Pejuang Pertanian Rakyat Muhammad Riduan menegaskan, pentingnya langkah cepat dari pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan ini.
“Kami membawa suara rakyat yang telah dirampas haknya. Tanah-tanah ini adalah sumber kehidupan mereka. Kami meminta Kemenhut dan pemerintah pusat turun tangan untuk mengembalikan tanah tersebut kepada yang berhak,” ujar Riduan dalam orasinya di depan kantor Kementerian Kehutanan.
Konflik agraria yang melibatkan masyarakat Riau dan Jambi ini mencakup berbagai kasus, termasuk peralihan tanah rakyat ke tangan perusahaan besar. Di Kabupaten Kampar, Riau, tanah seluas 2.500 hektare yang sebelumnya dicadangkan untuk masyarakat kini dikuasai pihak tertentu.
Situasi serupa terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu, di mana masyarakat digusur akibat tumpang tindih kepemilikan tanah.
Lebih lanjut dijelaskannya, di Jambi, tanah seluas 5.500 hektare yang dihuni masyarakat Dusun Delima sejak 1982 kini diklaim oleh perusahaan perkebunan besar, seperti PT Trimitra Lestari dan PT Wira Karya Sakti.
Menanggapi aksi tersebut, pakar lingkungan hidup dan kehutanan Dr Elviriadi meminta Menhut serius.
Demo dan aksi jalan kaki itu lah tantangan nyata Pak Menteri Raja Juli. Dia harus straight forward. Jangan menghindari resiko. Hutan indonesia dan rakyat sedang dijarah oleh korporasi dan orang berduit, ” ujar nya kepada media ini Ahad (15/12/24).
Kepala Departemen Restorasi Gambut MN KAHMI itu mengingatkan Menteri Juli jebakan Perhutanan Sosial.
“Jadi untuk melengahkan, mengelak dan menutupi tugas pemerintah melawan penjahat, dibuatlah skema Perhutanan Sosial. Ini jelas akal akalan supaya tidak berhadapan dengan para konglomerat hitam kawan pejabat, ” imbuh alumni UKM Malaysia.
Elviriadi menambahkan, seharusnya hutan adat itu memang hak masyarakat adat. Ngapain kementerian kehutanan ikut ngurus, sehingga banyak yang kandas dan kecewa. Skema skema Perhutanan Sosial itu menambah deforestasi, sedangkan perampasan tanah rakyat dalam kawasan hutan dibiarkan. Ayo pak Menteri Raja Juli Antoni, lawanlah penjahat hutan. Tutup program PS alibi bin mengelak bertemu korporasi itu. Selamat berjuang rakyat berkemah, Allah dan Rosul bersama pencari keadilan, ” pungkas peneliti gambut yang ikhlas gundul pacul demi hutan Jambi.***