Example floating
Example floating
Example 728x250
Peristiwa

In Memorium Tabrani Rab; Sartre Malayu Yang Melaungkan Riau Merdeka Oleh : Elviriadi

943
×

In Memorium Tabrani Rab; Sartre Malayu Yang Melaungkan Riau Merdeka Oleh : Elviriadi

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Pekanbaru | Kompas 1 Net -Entah mengapa, sewaktu membolak balikkan buku, saya terjumpa gambar lama saya bersama Prof.Dr. Tabrani Rab.

Gambar yang terpotret tahun 2001 sewaktu launching buku kami bertiga, Drh.H.Chaidir, Edi Saputra Rab dan saya dimana mendiang Tabrani Rab sebagai pembedah.

Geser ke Bawah Untuk Lanjut Membaca
Example 300x600

Gambar yang jadikan cover berita online itu dikirim ke bang Fauzi Kadir, dan langsung di kirim lagi ke Dr.Diana putri Tablrani Rab.

Rupanya, hanya berselang beberapa hari, tepatnya hari ini 14 Agustus 2022, hati saya tersayat mendengar kabar duka, beliau sudah berpulang.

Perkenalan saya dengan Bang Tabrani (panggilan aktivis padanya) terbilang cukup lama. Lecutan sejarah juang beliau, berpijak dari filsafat eksistensialisme. Dalam artikel, opini dan Tempias (kolom khusus hari Ahad di Riau Pos), Pemikiran Sartre (Jean Paul Sartre) sangat kentara. “Besaaaarlah awak Elv…dalam ketelangan, jangan besar dalam jubah kekuasaan.” Demikian dia mengutip ungkapan Sartre dan sering memesankan itu kepada saya.

Bagi seorang sebesar Tabrani, hidup yang bermakna bila bereksistensi, bila berjuang dengan menampilkan siapa diri, dengan berfikir, cogito ergo sum (aku berfikir karena itu aku ada).

Karena itu, setelah memapankan ekonominya, dengan mendirikan rumah sakit dan universitas, Tabrani menampilkan dirinya dalam ketelanjangan, dalam keseorangan, menantang badai, bak kata Prof.Riswanda Imawan Dosen Senior UGM, Eagle Fly Alone, Elang terbang selalu sendirian.

Ditemani Nora sang sekretaris, Dan Munir semacam ajudan multi fungsi, Tabrani menampilkan efesiensi Tim, efesiensi biaya, menggugat sana sini melalui “Riau Cultural Institute” yang pengurusnya mungkin hanya dia sendiri.

“Tamu tamu berduyun, dari Wiranto sampai hermanto. Dari politisi oportunis sampai sakai yang innocent. Tabrani menangkap peluang aduan aduan masyarakat menjadi ruang dialektikanya sendiri. Menyurati secepat kilat, menelpon, dan melakukan langkah langkah progresif intelektual.

Puncak dari kiprah Sang Sartre Melayu itu, terkulminasi dalam laungan “Riau Merdeka” yang membahana hingga goncang Jakarta. Didampingi koleganya Kapitra Ampera, Fauzi Kadir, Al Azhar dan Hj.Azlaini Agus, ” rentak eksistensialisme” Tabrani makin berdenting.

Tabrani jelas ingin melawan struktur struktur pemerintah pusat yang mengeksploitasi Minyak dan Kekayaan alam Riau. Dia berkelebat cepat dengan safari putih dokternya. Berjumpa pejabat, men-seminari berbagai forum dengan ingatan yang kuat, menghafal angka angka kerugian Riau selama bergabung dengan jakarta. Dan membuat buku buku tebal tentang ambrukisasi ekonomi Riau akibat kolonialisme Pemerintah Pusat.

Semua itu, memperteguh tapak berdirinya diatas 2 lantai; filsafat barat yang materialis historis yang membawa dinamika hidup. Dan satunya : narasi pembelaan kepada kaum marginal, sakai, Hans Kalipke, puak melayu, dan sikap kritis terhadap eksploitasi pusat terhadap Migas Riau. Diruang BEM UIN Suska Riau tempat Tabrani, Edianus Herman Halim, Kapitra sering singgah, terlukis Bendera Riau Merdeka. Di bawahnya ada sebaris kalimat yang cukup menggugah, juga melegenda; “Jika Riau, Merdeka, Laah!

Mungkin itu warisan monumental yang hendak ditinggalkannya. Selamat Jalan Bang Tabrani. Tugas kami meneruskan cita citamu.**

 

*Elviriadi adalah teman Almarhum Tabrani Rab ketika masih mahasiswa*

 

Example 300250
Example 120x600