Maraknya aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Provinsi Jambi terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. Peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan ekosistem lingkungan yang sangat menghawatirkan ini sepertinya luput dari perhatian.
Berdasarkan hasil data akhir tahun yang tercatat oleh Komunitas Konservasi Indonesia atau Warung Informasi Konservasi (KKI WARSI) total luas kawasan lahan dan hutan yang rusak akibat penambangan PETI pada tahun 2024 sudah mencapai dengan luas dari 52.059 hektar, naik secara drastis dari luas 48.140 hektar pada tahun 2023 yang lalu.
Terparah kerusakan lahan dan hutan yang terbesar akibat aktivitas PETI adalah di Kabupaten Sarolangun dan kabupaten Merangin. Kabupaten Sarolangun, luas kawasan yang rusak akibat PETI meningkat dari luas 15.659 hektar pada tahun 2021 menjadi 17.362 hektar pada tahun 2024. Peningkatan tersebut serupa dengan yang terjadi di kabupaten Merangin, dari luas 15.857 hektar pada tahun 2021 menjadi 17.320 hektar pada tahun 2024. Bukan hanya kabupaten Sarolangun dan kabupaten Merangin saja yang sudah mengalami kerusakan, tapi juga sudah meluas ke kabupaten Muaro Bungo dan kabupaten Muaro Tebo.
Kabupaten Bungo dari luas 6.748 hektar pada tahun 2021 menjadi 10.101 hektar pada tahun 2024. Sedangkan Kabupaten Tebo,dari luas 4.090 hektare pada tahun 2021 menjadi 6.810 hektare pada tahun 2024, meski sempat mengalami penurunan pada tahun 2023.
Sedangkan kabupaten Kerinci dan kabupaten Batanghari juga mulai tampak mengalami kerusakan meski dengan skala lebih kecil. Pada tahun 2024, kabupaten Kerinci tercatat dengan luas 208 hektar, dan kabupaten Batanghari sudah mencapai seluas 259 hektar.
Dari data kerusakan hutan dan lahan yang sangat mengerikan tersebut, hasil survei peningkatan signifikan dalam 4 (empat) Tahun terakhir dengan total keseluruhan:
1. Tahun 2021 : luas +-42.361 hektar
2. Tahun 2022 : luas +-45.896 hektar
3. Tahun 2023 : luas +-48.140 hektar
4. Tahun 2024 : luas +-52.059 hektar
Kerusakan kawasan ini menunjukkan bahwa aktivitas PETI terus meluas sampai merusak kawasan hutan serta lingkungan sekitarnya, ekspansi PETI tidak hanya mengancam ekosistem alam dan hutan, tetapi juga berpotensi memicu bencana lingkungan, seperti, banjir, longsor dan lain sebagainya.
Kerusakan lahan juga berdampak matinya amuba, cacing, dan lainnya akibat panas yang ditimbulkan oleh air Raksa, dan untuk menyuburkan tanah atau lahan itu kembali seperti semula butuh 100 (seratus) tahun lamanya.
Dampak dari aktivitas tersebut juga dirasakan oleh masyarakat lokal terutama yang tinggal di sekitar kawasan, air sumur yang tidak bisa diminum,gatal gatal kulit ,tanaman tidak bisa tumbuh karena tanah sudah rusak, meskipun adanya upaya pemerintah untuk menertibkan. Tetapi, data menunjukkan bahwa langkah-langkah tersebut belum mampu untuk menghentikan peningkatan bertambah luasnya kawasan yang terdampak oleh aktivitas PETI .
Meskipun sudah sering di razia, APH atau Penegak Hukum dan pihak terkait lainnya lebih tegas lagi sesuai dengan Hukum yang berlaku untuk memberantas adanya aktivitas ilegal Milling (PETI) dan ilegal Drilling yang selama ini seakan-akan kebal ataupun tidak takut terhadap hukum di Negeri ini.
Maraknya aktivitas PETI dalam wilayah hukum Provinsi Jambi tentunya menjadi ancaman serius bagi kelestarian lingkungan dan hutan serta keberlangsungan hidup masyarakat. Oleh sebab itu, sangat diperlukan kolaborasi atau kerjasama antara Pemerintah,Penegak Hukum dan Masyarakat untuk menekan atau menghambat peningkatan kerusakan yang lebih parah lagi, dan sama-sama menjaga, melindungi, memelihara, dan melestarikan kawasan hutan serta lahan yang masih tersisa demi anak cucu kita untuk masa yang akan datang.(**)
Tores**