Kepemimpinan Daerah Dalam Pembangunan Oleh : Hermanto Uban

Pemilihan Kepala Daerah yang diselenggarakan serentak tanggal 9 Desember 2020 lalu, merupakan momen penting bagi masyarakat di 270 Kabupaten / Kota se Indonesia dalam memilih pemimpin. Terlepas dari plus minus penerapan demokrasi pemilihan langsung tersebut, namun setidaknya dengan dilaksanakan Pilkada, kepada rakyat diberikan ruang dalam menambatkan harapan-harapan baru kepada Pemimpin Daerah, baik Pasangan Calon Bupati-Wakil Bupati maupun Pasangan Wali Kota – Wakil Wali Kota yang mereka anggap lebih memungkinkan dalam memenuhi harapannya.

 

Bacaan Lainnya

Tingginya expektasi masyarakat akan kehadiran pemimpinan yang baru untuk melaksanakan janji kampanyenya, seakan tidak lagi memberi ruang dan waktu buat pasangan Kepala Daerah terpilih untuk mendapatkan legitimasi atas kepemimpinannya. Kondisi yang demikian pada Daerah yang pengetahuan dan pemahaman masyarakatnya masih terbatas, akan dapat menimbulkan persepsi negative dan krisis kepercayaan terhadap Pemimpin yang baru mereka pilih, hal ini dapat dilihat dari berbagai statemen masyarakat yang disampaikan melalui media social, seperti facebook, Tweeter.

“Minor opinion” dan kegaduhan di media social serta sikap yang tidak produktif lainnya, menjadi sesuatu yang tak dapat dihindari. Karena hal ini terbangun dari sudut pandang masyarakat yang melihat bahwa rentang waktu dari pelantikan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan menjelang disahkannya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), kebijakan pemimpin pemerintahan yang baru belumlah dapat dilihat dan dirasakan masyarakat. Aktivitas dan roda pemerintahan terlihat lamban bahkan terasa stagnan, karena hanya melaksanakan kegiatan yang bersifat seremonial dan rutinitas belaka.

Oleh karenanya perlu pemahaman, bahwa untuk melihat konsistensi janji kampanye dari pasangan pemimpin Daerah terpilih, baru dapat dilihat dari draf Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang dirancang sebagai dokumen yang berisikan penjabaran dari program Visi – Misi Pasangan Calon Kepala Daerah sebagaimana yang disampaikannya pada saat sosialisasi dan kampanye berlangsung.

RPJMD yang baik, dalam proses penyusunannya dilaksanakan dengan pendekatan pemberdayaan, pemerataan, demokratis, desentralistik, transparansi, akuntabel, responsive dan partisipatif dengan melibatkan seluruh lembaga pemerintah, masyarakat dan pemangku kepentingan yang ada di Daerahnya.

Selain dari itu, sebelum disahkan, RPJMD yang disusun terlebih dahulu disosialisasikan sebagai wahana uji public.

Bilamana semua proses dan tahapan telah dilaksanakan, maka tentunya tidak ada alasan untuk salah-menyalahkan terhadap program pembangunan yang akan dilaksanakan dalam rentang waktu 5 (lima) tahun masa kepemimpinan Kepala Daerah.

Dari perspektif Otonomi Daerah, keberhasilan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, selain bagaimana design program-program pembangunan, juga sangat ditentukan oleh Sumberdaya dan kepemimpinan Kepala Daerah. Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seorang pemimpin suatu organisasi dinilai berhasil dengan baik, belum tentu bisa baik dan berhasil jika diterapkan pada organisasi yang lain. Oleh karenanya seorang pemimpin dalam menerapkan gaya kepemimpinannya diperlukan kejelian untuk memahami culture dan budaya kerja yang telah terbangun pada organisasi yang dipimpinnya.

Jika diamati dalam prakteknya, hanya berkisar 70 persen perintah Kepala Daerah yang bisa terlaksana dilapangan, artinya program Kepala Daerah tidak terimplementasikan dengan baik, dikarenakan oleh para pejabat dan aparat birokrasinya yang dinilai kaku, kurang produktif, tidak memiliki prakarsa dan terjerat dengan urusan rutinitas.

Salah satu strategi untuk mengubah sikap dan prilaku pegawai yang demikian, pemimpin harus mengubah gaya kepemimpinannya, dengan pemberian penghargaan (riwood) dan sanksi (panisment)

Sri-Edi Swasono Guru Besar FEUI , mengemukakan salah satu pepatah Arab yang mengatakan, ”Laskar domba yang dipimpin oleh singa akan mengalahkan laskar singa yang dipimpin oleh domba”.

Lebih kurang petuah bijak ini mengatakan, peran pemimpin sangatlah menentukan dalam keberhasilan pelaksanaan misi.

Tentu pepatah ini tidak untuk ditelan mentah. Alangkah lebih baik jika laskar singa juga dipimpin seekor singa pilihan melalui seleksi alam, yang paling tajam indranya, paling tegap tubuhnya, jarang mengaum, tetapi arif dan waspada.

Pemimpin harus tegas-berani

Gaya kepemimpinan yang diperankan oleh seorang pemimpin dalam menakhodai sebuah organisasi memiliki pengaruh cukup signifikan dalam mewujudkan misi yang telah ditetapkan.

Dalam menerapkan suatu gaya kepemimpinan, seorang pemimpin hendaklah memahami budaya dan karakter karyawan yang melaksanakan kebijakannya. Seorang pemimpin pemerintahan yang tepasung dengan salah satu gaya kepemimpinan, menyebabkan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan tidak efektif.

Kondisi yang demikian selain sulitnya untuk tercapainya misi, juga mengindikasikan ketidakmampuan seorang pemimpin menggerakkan seluruh jajaran eselonnya secara efektif.

Barangkali yang pertama-tama harus diubah bukanlah gaya kepemimpinannya, melainkan gaya dalam merombak kabinet dan pola manajemen pemerintahan, yang menuntut penerapan bijak hukum besi: the right man in the right place.

Pemimpin tak boleh bimbang dengan banyak pertimbangan. Pemimpin harus memilih mereka yang paling berkemampuan menjabat, yaitu mereka yang kompeten mampu mengutamakan kepentingan rakyat, bukan mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Mereka yang paham akan pengutamaan kepentingan public dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.

DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat, bukan Dewan Perwakilan Partai sebagaimana dipraktikkan saat ini. DPRD adalah die Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes, suatu penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia.

Dari peran konstitusional ini, Pemimpin harus ikut menjaga hak politik rakyat, menghindari krisis konstitusi berkelanjutan. Rakyat mengecam korupsi, pejabat yang memanipulasi anggaran negara.

Oleh karena itu, sebagai Sebagai pemimpin Pemerintahan , demi menjaga kepentingan rakyat, pemimpin pemerintahan harus berani mengambil langkah-langkah konkrit meskipun langkah dan kebijakannya dinilai tidak populis.

Semua untuk rakyat

”Takhta adalah untuk rakyat”. Inilah adagium dan doktrin demokrasi Pancasila yang harus menyertai gaya kepemimpinan nasional.

Dalam suatu krisis, masyarakat terdorong berandai-andai, mencari berbagai ibarat dan simbol-simbol keanggunan paripurna sebagai idealisme kultural. Angan- angan akan tibanya Satria Piningit atau Ratu Adil adalah ekspresi situasi krusial yang menyertai krisis kepemimpinan.

Maka, visi kultural keadiluhungan mengandaikan sang pemimpin haruslah seperti Matahari (enabling leader).

Tidak saja memberikan penerangan, pencerahan, dan transparansi, tetapi juga energi hidup, tegas tanpa ragu untuk terbit atau terbenam. Ia harus seperti Bulan (team building leader), menghadirkan harmoni hidup, kerukunan, ketenteraman batin, dan keindahan paripurna. Ia harus seperti Bintang (visionary, master leader), memberi kejelasan mata angin, menegaskan arah perjuangan, mampu mengarahkan visi dan misi.

Pemimpin juga harus seperti udara (soulmate leader), menghindari kevakuman, mengisi kekosongan dan kerinduan para kawula. Ia harus seperti air (democratic leader), senantiasa menjaga emansipasi agar tidak miring ke kiri atau ke kanan, tak ada ”anak tiri” dan tak ada ”anak emas”.

Ia pun harus seperti samudra (wise, decisive leader), penuh ketangguhan, tak surut jika ditimba, tak meluap jika diguyur.

Tentulah samudra dapat menggemuruh menggelora, teguh menjaga martabat, turun tangan membinasakan perselingkuhan, patriotik tanpa tara, dalam kias ”sedumuk bathuk senyari bumi, pecahing dhadha wutahing ludiro sun labuhi taker pati” (jika dahi dicoreng, sejengkal tanah dinodai, pecahnya dada dan tumpahnya darah, nyawa taruhannya).

Ia harus seperti Bumi (prosperity leader, servant leader), simbol ketiadaan dendam, pemaaf, senantiasa menumbuhkan biji-bijian, dan menyediakan kemakmuran penuh kepahlawanan. Ia juga harus seperti api (lawful leader), mampu menghukum yang salah tanpa pandang bulu, sekaligus menghindari bermain api.

Kepemimpinan saat ini sedang diuji dengan perombakan kabinet. Langkah ini akan sia-sia jika tidak bisa memberikan harapan baru kepada rakyat yang telah capek miskin, capek menganggur, capek antre, capek memikul beban hidup mahal, capek terpinggirkan sebagai kuli di negeri sendiri. Rakyat terus termarjinalisasi oleh kesenjangan kaya-miskin, tersiksa kecemburuan aspiratif antara kesengsaraan hidup dan kemewahan melimpah. Transfer pemilikan dari si miskin ke si kaya adalah bagian dari pembangunan.

Saya yakin Kepala Daerah tidak lengah lagi, menghindari kecelakaan momentum, berani tegas menyingkirkan yang lemah karakter, lemah nasionalisme, selingkuh politik, dan terindikasi korup. Jika yang dibenci rakyat ini tetap dipertahankan, maka hanuya akan menunggu waktu, pemimpin Daerah akan terkena getah dari mediokritas organ-organ bentukannya sendiri. (Sekian)***

Penulis Hermanto Uban, jabatan terakhir penulis adalah Kadis Kominfotiks Kabupaten Rokan hilir.

Diterbitkan Kompas 1 Net.

Kamis 15/6/2023.

Pos terkait