Pekanbaru, Kompas 1 Net _____ Dana Bagi Hasil (DBH) Kelapa Sawit yang akan di kucurkan Pemerintah pusat kepada daerah dinilai belum mencerminkan rasa keadilan, Pasalnya, dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang saat ini tengah di bahas bersama antara Kementrian Keuangan dan DPR-RI, pemerintah pusat hanya akan membagi 4 Persen dari pendapatan bea keluar dan pungutan ekspor kelapa sawit, dan produk turunannya ke daerah.
Laksamana Hery Ketua Aliansi Masyarakat Adat Melayu (AMA) Riau mengatakan: “kenapa hanya 4% yang di bagi hasilkan, sementara kita tahu pemerintah daerah juga merupakan bagian dari pemerintahan yang menjadi ujung tombak pelayanan terhadap kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat. Kenapa tidak 50% untuk Pemda dan 20% untuk masyarakat Adat yang dibagi hasilkan?”, dimana Porsi Masyarakat Adat yang tanah nya dikuasai oleh Koorporasi sawit. Selasa (20/6/2023).
jika membaca Draft yang tengah dibahas, Alokasi bagi hasil 4 persen yang di kucurkan pemerintah pusat dinilai masih sangat kecil bagi daerah penghasil terlebih alokasi DBH tersebut tidak seluruhnya akan di bagi ke Daerah penghasil melainkan juga dibagi kepada Provinsi dan Kabupaten/ Kota tetangga.
Selain dianggap belum rasional dan berkeadilan, salah satu persoalan yang nantinya akan di hadapi dalam penyaluran DBH Sawit yaitu terkait basis data yang digunakan dalam menentukan besaran DBH Sawit ke Daerah mengingat belum adanya kesamaan data baik dari BPS, Pemerintah Daerah, KLHK, ATR BPN dan Juga Kementerian Pertanian terkait luasan kebun sawit, karena banyak melakukan perambahan hutan dan tanah masyarakat Adat, bahkan tidak memiliki HGU. Tegas Hery.
“Jangan sampai ada daerah dan masyarakat Adat yang merasa dirugikan karena menganggap pembagian DBH itu tidak adil dan tentunya akan menjadi masalah baru dikemudian hari” Ujarnya.
Hery Meminta pemerintah daerah segera melakukan inventarisasi data dan informasi yang valid mengenai perkebunan atau lahan yang sudah memiliki izin/legalitas ataupun yang non-perizinan. .
” Data ini tentunya akan sangat krusial dalam rangka meningkatkan bagi hasil atau pendapatan bagi daerah kita untuk perkebunan dan perusahaan non-perizinan bisa di dorong untuk mengurus izin, serta untuk menentukan Hak Masyarakat Adat. Ujarnya.
Seperti diketahui, Pemerintah Pusat melalui Kementrian Keuangan saat ini sedang menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang DBH kelapa sawit sebagai peraturan pelaksana Undang-undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Dalam RPP itu, disebutkan pagu DBH sawit ditetapkan paling rendah sebesar 4% dari penerimaan negara; besaran persentase DBH sawit juga dapat disesuaikan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara; serta dalam kondisi tertentu Pemerintah dapat menetapkan alokasi minimum DBH sawit nasional. Peruntukan DBH sawit tersebut dibagikan kepada Provinsi yang bersangkutan sebesar 20%, Kabupaten/Kota penghasil sebesar 60% dan Kabupaten/Kota lainya yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil sebesar 20%. ( AMA Riau)