Rasio Utang Pemerintah Menurun

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan konferensi pers APBN KiTa edisi Mei 2024 di Jakarta, Senin (27/5/2024). ANTARA FOTO/ Erlangga Bregas Prakoso

Kompas 1 net – Rasio utang pemerintah tetap berada di bawah batas aman 60% dari PDB. Pengadaan utang dengan jangka waktu menengah- panjang diutamakan dan pengelolaan portofolio utang dilakukan secara aktif.

Bacaan Lainnya

Kementerian Keuangan melaporkan posisi utang pemerintah mencapai Rp8.262,10 triliun di akhir Maret 2024. Posisi utang itu menurun dibandingkan dengan posisi pada Februari 2024 yang mencapai Rp8.319,2 triliun. “Rasio utang terjaga di kisaran 38,79% dari PDB,” kata Sri Mulyani, Menteri Keuangan, saat konferensi pers APBN KiTA, edisi April 2024, Senin (6/5/2024).

Data Kementerian Keuangan menunjukkan, rasio utang pada Maret 2024 tetap berada di bawah batas aman yakni 60% dari produk domestik bruto (PDB). Menurut Sri, kondisi itu sesuai dengan regulasi yang berlaku, yakni Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Rasio utang juga lebih baik dari yang ditetapkan dalam Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah tahun 2023–2026, yang mematok kisaran 40%.

Rasio utang ini menjadi bagian dari pengelolaan APBN secara keseluruhan yang hingga saat ini dilaporkan dalam kinerja yang positif. Dalam situasi ketidakpastian global yang meningkat, APBN berperan sebagai shock absorber untuk mendorong konsumsi pemerintah serta menjaga daya beli masyarakat.

“Pembiayaan utang dilaksanakan tetap dengan menjaga kehati-hatian dan terus terukur dengan memperhatikan kondisi perekonomian domestik dan juga dinamika global, serta kondisi likuiditas yang dikelola oleh pemerintah,” ujar Sri kepada wartawan.

Pemerintah juga mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan mengelola utang secara aktif. Pendekatan ini, lanjut Sri, menunjukkan pemerintah berupaya untuk mengelola utang dengan cermat dan memilih strategi yang lebih berkelanjutan untuk mengatur kewajiban utangnya.

“Pemerintah mengelola utang secara cermat dan terukur untuk mencapai portofolio utang yang optimal dan mendukung pengembangan pasar keuangan domestik,” katanya.

Dampak Penurunan Utang

Kementerian Keuangan selanjutnya menyatakan penurunan nilai utang pemerintah terutama disebabkan berkurangnya pembiayaan dari surat berharga negara (SBN). Nilai utang SBN turun menjadi Rp7.274,95 triliun dari bulan sebelumnya yang mencapai Rp7.336,87 triliun pada Maret 2024. Namun, utang dari pinjaman meningkat menjadi Rp987,15 triliun dari Rp982,35 triliun.

Kementerian Keuangan menekankan pentingnya pengelolaan portofolio utang untuk menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan. Pemerintah dianggap konsisten mengelola utang dengan hati-hati dan terukur, memperhatikan risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo secara optimal.

Kondisi ini dapat memiliki dampak yang kompleks pada ekonomi secara keseluruhan. Beberapa poin yang perlu diperhatikan, antara lain:

Konsolidasi Fiskal:

Penurunan utang menandakan konsolidasi fiskal yang baik, terutama jika terjadi karena pengelolaan anggaran yang efisien dan pertumbuhan ekonomi yang kuat.

Stabilitas Makroekonomi:

Mengurangi utang dapat meningkatkan kepercayaan investor dan stabilitas makroekonomi.

Pengurangan Belanja Publik:

Penurunan utang seringkali berarti pengurangan belanja pemerintah. Ini dapat mempengaruhi pertumbuhan jangka panjang jika belanja infrastruktur atau layanan publik terpengaruh.

Beban Bunga:

Pengurangan utang mengurangi beban bunga, tetapi pengurangan yang terlalu agresif dapat menghambat pertumbuhan jika investasi produktif terabaikan.

Efek Multiplier:

Utang yang digunakan untuk investasi produktif memiliki efek multiplier positif pada pertumbuhan ekonomi. Pengurangan ini harus dikelola dengan hati-hati.

Utang Pemerintah

Rasio utang terhadap PDB adalah salah satu indikator untuk melihat kesehatan ekonomi suatu negara. Pemerintah berkomitmen untuk menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu. Semua langkah ini bertujuan untuk mengendalikan utang dan memperkuat perekonomian.

Bank Dunia memproyeksikan rasio utang pemerintah akan semakin susut, mencapai 39% pada 2024 dan 38,4% pada 2025. Dalam mengelola utang publik, pemerintah dapat memperhatikan kebijakan fiskal yang terjaga serta memprioritaskan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan pengelolaan portofolio utang secara aktif.

Menurut studi Bank Dunia pertumbuhan ekonomi suatu negara berisiko melambat jika rasio utang terhadap PDB-nya melebihi 77% dalam jangka panjang. Rasio utang Indonesia masih jauh dari ambang batas risiko tersebut.

Sementara itu, berdasarkan proyeksi International Monetary Fund (IMF), rasio utang pemerintah Indonesia pada 2023 hanya 39% dari total PDB, tergolong rendah dibanding negara tetangga. Negara ASEAN lain yang rasio utangnya lebih besar dari Indonesia adalah Laos, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Myanmar.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan juga telah melaporkan perbandingan rasio utang ini dibandingkan negara tetangga. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan Suminto menyebutkan, defisit fiskal dan rasio utang Indonesia masuk dalam kelompok yang cukup baik di dunia.

“Selama masa pandemi Covid-19 2020–2022, kinerja APBN Indonesia tergolong cukup baik di mana defisit anggaran dapat dikendalikan,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR, Rabu (8/2/2023).

Dengan kinerja APBN yang tergolong cukup baik, Suminto menuturkan, hal itu berdampak pada rasio utang Indonesia terhadap PDB. Adapun rasio utang Indonesia terhadap PDB tercatat sebesar 39,57% pada 2022. Angka tersebut cukup rendah dibanding dengan Tiongkok yang sebesar 76,89%, India 83,4%, Malaysia 69,56%, Thailand 61,45%, Filipina 59,27%, Brasil 88,9% dan Afrika Selatan 67,99%. Demikian pula jika dibandingkan dengan banyak negara maju seperti Amerika Serikat 122%, Jerman 71,11%, Prancis 111,83%, Inggris 86,99%, Jepang 263,92%, serta Korea Selatan 54,08%.

Dengan kinerja tersebut, APBN mengalami surplus senilai Rp8,1 triliun atau 0,04% PDB pada 2023. Keseimbangan primer juga masih mengalami surplus senilai Rp122,1 triliun.

Strategi dan Kebijakan

Penurunan utang saat ini cukup berpengaruh terhadap alokasi anggaran dan pembangunan infrastruktur serta program-program sosial. Berikut beberapa poin yang dihimpun redaksi Indonesia.go.id dari berbagai sumber:

Strategi Kemenkeu untuk Mengurangi Utang Baru pada 2024:

Kementerian Keuangan mengalokasikan dana saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp51,38 triliun untuk pembiayaan anggaran pada 2024. Tujuannya adalah mengurangi penerbitan utang pemerintah pada tahun depan.

Penggunaan SAL ini diharapkan dapat mempertahankan pendapatan negara yang optimal dan memberikan fleksibilitas dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi.

Pengurangan Utang dan Optimalisasi SAL:

Kebijakan pengurangan pembiayaan utang pada 2022 dan 2023 serta optimalisasi juga memengaruhi alokasi anggaran.

Pemangkasan instrumen surat berharga negara (SBN) merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi penerbitan utang dan menjaga rasio utang terhadap PDB pada tingkat yang optimal.

Pembangunan Infrastruktur dan Program Sosial

Alokasi anggaran juga memperhatikan kebutuhan mendesak, termasuk pembangunan infrastruktur seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) dan program sosial.

Pembangunan IKN tidak hanya mengandalkan APBN, tetapi juga melibatkan Sovereign Wealth Funds dan inovasi lainnya. Ini merupakan kebijakan jangka panjang.

Penulis: Dwitri Waluyo

Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari

Sumber : dikutip dari laman Indonesia.go.id

Pos terkait