JAKARTA | Kompas 1 Net – Ekonomi dan keuangan syariah mengalami perkembangan pesat dalam 20 tahun terakhir, baik secara global maupun nasional. Pada tahun 2003, aset keuangan syariah baru mencapai US$ 200 miliar dan telah berkembang menjadi US$ 2,88 triliun pada akhir 2019. Aset keuangan syariah tersebut terus berkembang dan diperkirakan mencapai US$ 3,69 triliun pada tahun 2024. Saat ini aset keuangan syariah terbesar masih dikuasai oleh Negara-Negara Teluk yang tergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC) sebesar 45,4%, Timur Tengah dan Asia Selatan sebesar 25,9% dan Asia Tenggara baru mencapai 23,5%. Jumlah itu dirinci untuk aset perbankan 72.4%( US$1,7 triliun), Sukuk 22.3%(US$543 miliar), Fund Aset dan Takaful 5.3%(US$ 129 miliar).
Indonesia, sebagai Negara dengan jumlah penduduk Muslim yang mencapai lebih dari 80% dari populasi 280 juta jiwa, memiliki potensi sebagai pangsa pasar yang sangat besar dan bisa berperan optimal dalam pengembangan produk dan jasa berbasis ekonomi syariah secara global. Data menunjukkan bahwa hingga September 2021, besaran aset keuangan syariah Indonesia baru mencapai Rp624,4 triliun (US$ 43,6 miliar), aset di IKNB yang meliputi Asuransi (jiwa dan umum), Pembiayaan dan lainnya mencapai Rp117 triliun (US$ 8,1 miliar), Sukuk dan Reksadana sebesar Rp1.159,8 triliun atau sekitar US$ 80,95 miliar). Di samping aset perbankan dan IKNB, aset syariah juga ada di Pasar Modal syariah yang kapitalisasi pasarnya mencapai Rp4.315,5 triliun dari 480 emiten atau 61,4% dari jumlah total saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah dengan mendorong sektor riil terutama produk dan jasa halal, terutama industri makanan dan minuman. Mencuatnya kinerja sektor riil syariah telah menempatkan ekonomi dan keuangan syariah mencapai titik equilibirium dan siap menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional.
Data-data tersebut meskipun diakui masih memiliki penetrasi pasar yang relatif kecil dibandingkan dengan pangsa pasar Indonesia, namun telah menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Terlebih di masa pandemi Covid-19 dimana dunia Keuangan Syariah tumbuh pesat karena: (1) semakin dikenalnya fungsi keuangan syariah yang berperan dalam investasi yang bertanggung jawab, (2) minat secara geografis di pasar dunia keuangan syariah yang semakin menonjol, dan (3) transformasi digital yang membuat investasi syariah menjadi lebih mudah diakses.
Presiden Joko Widodo pada Kongres Ekonomi Umat ke-2 akhir tahun 2021 menyatakan komitmen Pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah pada tahun 2024. Untuk mencapai target tersebut, Indonesia membutuhkan sejumah fasilitas di antaranya adalah tempat yang akan menjadi pusat aktivitas perputaran ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
Dalam upaya mencapai target Indonesia sebagai salah satu pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia, Agung Sedayu Group dan Salim Group telah membangun Islamic Financial Centre sebagai tempat sinergi seluruh kekuatan keuangan Syariah di Indonesia. Hal itu untuk mewujudkan cita-cita menjadikan Jakarta sebagai International Shariah Financial Hub (Pusat Keuangan Syariah Internasional).
Tahap awal pengembangan Islamic Financial Centre adalah pembangunan Menara Syariah, yaitu dua bangunan kembar dengan luas bangunan 100.000 m2 dan akan menampung sekitar 5.000 pekerja. Pada hari ini 23 Agustus 2022, Menara Syariah akan dilakukan peresmian Topping Off oleh Wakil Presiden RI Bapak Ma’ruf Amin dan selanjutnya diharapkan akan selesai tuntas pada Februari 2023.
Menara Syariah dikembangkan oleh PT Fin Centerindo Satu, sebuah perusahaan joint-venture antara Agung Sedayu Group, Salim Group, PT Fin Centerindo Dua dan Matrix Concepts Malaysia. Pembangunan menara kembar dimulai pada awal 2021 dan telah menghabiskan dana sekitar Rp3,4 triliun.
Presiden Direktur Agung Sedayu Group Nono Sampono menyatakan cita-cita untuk mewujudkan Jakarta menjadi Pusat Keuangan Syariah Internasional merupakan tantangan dan memerlukan konsolidasi dari seluruh stakeholders keuangan syariah Indonesia yang meliputi Regulator (OJK, BI, Kementerian Keuangan dan Kementerian lain terkait) dan sejumlah asosiasi seperti Asosiasi Ahli Syariah: KNEKS, MES, IAEi dan lainnya, serta Pelaku industri syariah seperti Perbankan, IKNB, Pasar Modal,Lembaga Jasa Keuangan Khusus Syariah, LKMS dan lainnya. Dengan bersatunya kekuatan semua stakeholders tersebut, Insya Allah Indonesia akan menjadi salah satu Pusat Keuangan Syariah Dunia yang diperhitungkan selain Dubai, Bahrain, Doha, Riyadh, Istambul dan Kuala Lumpur, kata Nono.
Sekilas tentang PIK2,
PIK2 adalah mahakarya Agung Sedayu Group dan Salim Group di bawah bendera PIK2 Sedayu Indo City. PIK2 akan dikembangkan di atas lahan seluas 2.650 hektar yang terdiri dari area residental, komersial, dengan berbagai fasilitas pendidikan, kesehatan, rekreasi, olahraga dan sosial-keagamaan, termasuk. PIK2 juga akan memiliki Pusat Keuangan Syariah International dan Keuangan International di area seluas 23,5 Hektar.
Presiden Direktur Agung Sedayu Nono Sampono menjelaskan dengan dukungan pendanaan dari investor dalam dan luar negeri, proyek infrastruktur keuangan ini direncanakan dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari 10 tahun, dengan total 45 gedung bernilai sekitar Rp70 trilliun (US$ 5 miliar).
Sumber idnfonacials
Red