Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati. Foto : Dok/Andri
Jakarta, Kompas 1 Net— Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mencermati rendahnya rasio pajak Indonesia atas Pendapatan Rasio Bruto (PDB). Dalam pantauannya, selama 10 tahun terakhir rasio pajak Indonesia tak pernah menyentuh 11 persen dan berbuntut pada jumlah utang yang makin melonjak.
“Selama hampir 10 tahun pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Jokowi, rasio pajak kita tidak pernah mencapai level 11 persen,” katanya di Jakarta melalui keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Selasa (26/3/2024).
Menurut Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini, rasio pajak yang rendah menjadikan Indonesia di negara kawasan sebagai negara pengumpul pajak terlemah. Anis memaparkan menurut OECD rasio pajak Vietnam mencapai 22,7 persen, disusul kemudian Filipina 17,8 persen, Thailand 16,5 persen, Singapura 12,8 persen, dan Malaysia 11,4 persen.
“Bahkan Bank Dunia pernah menyebut rasio pajak Indonesia merupakan yang paling rendah dibandingkan negara-negara berkembang lainnya,” ujar Politisi Fraksi PKS tersebut.
Konsekuensi penerimaan pajak yang rendah adalah semakin bertambahnya utang untuk membiayai pembangunan.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa konsekuensi penerimaan pajak yang rendah adalah semakin bertambahnya utang untuk membiayai pembangunan. Anis pun menyoroti rasio utang Indonesia seringkali disebut aman karena masih di bawah 30 persen dari PDB.
“Pernyataan ini mesti disampaikan secara kritis, karena besarnya utang harus dikaitkan pula dengan kemampuan perolehan pendapatan. Logika sederhananya, meski utang relatif tidak besar tetapi bila tingkat pendapatan atau kemampuan membayar rendah tentu saja sangat mengkhawatirkan,” ujarnya.
Menutup pernyataan resminya, legislator Dapil DKI Jakarta I itu menekannya agar pemerintahan yang akan datang dapat memperbaiki rasio pajak yang stagnan tersebut. Anis lantas mengingatkan bahwa diperlukan menjaga daya beli mengingat penerimaan PPN menyumbang porsi terbesar selain itu diperlukan juga pembenahan SDM.
“Syaratnya pemerintahan nanti harus tetap menjaga daya beli masyarakat, karena penerimaan PPN menyumbang porsi terbesar pajak, sebanyak 22,7 persen, selain itu kepatuhan pajak PPh badan harus ditingkatkan, pembenahan SDM perpajakan, dan pejabat publik yang bersih dari penghindaran pajak atau kepemilikan perusahaan di negara suaka pajak,” ungkapnya. (uc/rdn)
Sumber DPR-RI.go.id