Di awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) mendapat perhatian khusus. Adalah Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang dengan gamblang menyampaikan bahwa KEK adalah salah satu strategi besar yang diandalkan berperan penting mendorong kegiatan ekonomi agar bisa tumbuh 8%, sebagaimana dipatok Presiden Prabowo Subianto.
Dalam dalam acara Indonesia Special Economic Zone Business Forum: Diversifying SEZ Business Opportunity, Senin (9/12/2024), sebagaimana pengalaman negara tetangga, KEK telah menjadi salah satu sektor yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di beberapa negara Asia, antara lain Tiongkok, Vietnam, Thailand, dan juga yang terbaru adanya kerjasama Singapura dan Malaysia untuk pengembangan di Johor.
“Jadi menurut saya, sudah saatnya KEK di Indonesia memaksimalkan peluangnya,” tegas Airlangga. Dengan visi sebagai pusat pertumbuhan baru, dia tambahkan, KEK di Indonesia dirancang untuk menarik investasi besar dan menciptakan ekosistem ekonomi yang dinamis.
Jalan Panjang Menata Kawasan
Merujuk laporan berjudul “Kawasan Ekonomi Khusus dan Strategis di Indonesia” yang dirilis oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS), cikal bakal penataan kawasan industri di Indonesia bermula pada 1970. Kala itu pemerintah menetapkan Pulau Sabang dan Batam melalui undang-undang sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB). Sementara, pada 2007, Pulau Batam, Bintan, dan Karimun ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas (free trade zone).
Kawasan ini didefinisikan sebagai kawasan yang berada dalam wilayah Indonesia yang terpisah dari daerah pabean. Dengan statusnya yang terpisah dari daerah pabean, KPBPB bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), dan cukai.
Selanjutnya pada 1972 pemerintah juga menetapkan adanya Kawasan Berikat. Kawasan khusus ini mulai dikembangkan dengan fokus untuk mendorong ekspor melalui peningkatan daya saing karena efisiensi produksi. Pengusaha dalam kawasan tersebut diberikan fasilitas kepabeanan dan perpajakan berupa penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, dan pembebasan pajak dalam rangka impor (PDRI). Selain itu, fasilitas lain yang diberikan adalah pembebasan PPN, pembebasan PPnBM.
Kemudian ada kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET) yang dibentuk berdasar Keputusan Presiden (Keppres) nomor 89 tahun 1996. KAPET didefinisikan sebagai suatu wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang memenuhi tiga persyaratan, antara lain, berpotensi cepat tumbuh, mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya, serta memiliki potensi pengembalian investasi yang besar.
KAPET merupakan wilayah berbasis kawasan ekonomi, yang merupakan perkembangan dari Kawasan Berikat dan Kawasan Industri yang dibentuk pada 1972 dan 1989, secara berurutan. Kini, Indonesia memiliki 13 KAPET yang tersebar di beberapa daerah. Satu di Nangroe Aceh Darussalam, empat berada di Kalimantan, empat di Sulawesi, dan masing-masing satu di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua.
Transformasi Pengembangan KEK
Upaya pengembangan kawasan khusus semacam itu terus berkembang. Pada 2009, melalui UU nomor 39 tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dibentuk KEK. Ini merupakan respons pemerintah yang terus berusaha memperbaiki strategi industri dengan mewajibkan industri untuk berlokasi di kawasan industri.
Menurut UU ini, KEK didefinisikan sebagai kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Indonesia, yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Mengutip www.kek.go.id, pemerintah menilai, pembentukan KEK penting bagi perekonomian nasional. Sebab dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi, diperlukan peningkatan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan ekonomi dan geostrategis.
Kawasan tersebut dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Sejak saat itu, strategi industri pemerintah Indonesia menjadi lebih difokuskan pada pengembangan industri terpadu yang didukung oleh fasilitas infrastruktur terpadu dalam kawasan.
Hingga Januari 2022, terdapat 135 kawasan industri dengan total luas lahan sebesar 65.532 hektare (Ha) yang tersebar di Pulau Jawa, Kalimantan, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Sumatra. Dari 135 kawasan industri tersebut, sebanyak 46% atau 30.464 Ha sudah terisi oleh tenant industri
Pada perkembangannya, agar keberadaan KEK mampu berjalan seiring dengan dinamika ekonomi dan teknologi global, pemerintah menjalankan transformasi pengembangan KEK. Transformasi yang dilakukan adalah dengan menekankan pada akselarasi penguasaan teknologi dan sumber daya manusia (SDM).
Awalnya, pemerintah mendesain KEK sebagai kawasan yang mampu mengakselarasi pertumbuhan ekonomi wilayah dan pemerataan pembangunan secara nasional. Namun, seiring perkembangan teknologi, pemerintah juga mendorong pengembangan KEK yang memiliki spesialisasi di bidang tertentu.
Penunjukan kawasan ini harus memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dikarenakan fungsi KEK nantinya untuk menampung kegiatan industri ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Hingga September 2024, Indonesia telah memiliki 24 KEK yang tersebar di seluruh negeri.
Dari sektor manufaktur hingga pariwisata, KEK menjadi lokomotif perekonomian daerah sekaligus kontributor devisa nasional. Data Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, menunjukkan, total realisasi investasi di KEK mencapai Rp242,5 triliun. KEK ini juga menyerap 151.260 tenaga kerja dari 394 pelaku usaha yang beroperasi. Sebagai perbandingan, kawasan serupa di negara-negara seperti Tiongkok, Vietnam, dan Thailand juga telah membuktikan efektivitasnya sebagai instrumen pendorong pertumbuhan.
Luas dan Fokus
KEK di Indonesia tidak hanya berorientasi pada satu sektor. Beberapa KEK seperti KEK Kendal di Jawa Tengah fokus pada manufaktur, sedangkan KEK Nongsa Digital Park di Batam menjadi pusat pengembangan teknologi digital. KEK Lido di Jawa Barat bergerak di sektor pariwisata premium, dan KEK Sei Mangkei di Sumatra Utara mengembangkan industri hilir kelapa sawit.
Dengan total luas lebih dari 25.570 hektare, KEK di Indonesia menjadi ruang bagi investor untuk beroperasi dengan berbagai insentif. Mulai dari pembebasan pajak, kemudahan perizinan, hingga infrastruktur yang mendukung. Tingkat okupansi di beberapa KEK utama seperti KEK Mandalika di Nusa Tenggara Barat telah melampaui 60%.
Namun, perjalanan KEK tidak selalu mulus. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menggarisbawahi tantangan pada KEK berbasis pariwisata. Contohnya, KEK Bangka Belitung membutuhkan akses penerbangan regional untuk menarik lebih banyak wisatawan. Presiden Prabowo Subianto sendiri telah menginstruksikan pembukaan jalur penerbangan langsung ke kawasan ini. Contoh lain adalah Labuan Bajo, yang menjadi bagian dari KEK pariwisata. Kawasan di NTT ini juga masih membutuhkan peningkatan aksesibilitas agar mampu bersaing dengan destinasi global.
Di sisi lain, KEK yang berorientasi pada industri, seperti KEK Sei Mangkei, menghadapi tantangan dalam membangun rantai pasok yang terintegrasi dengan baik.
Potensi Masih Luas
Di tengah tantangan tersebut, peluang untuk mengoptimalkan KEK masih sangat besar. Dengan lokasinya yang strategis di jalur perdagangan dunia, KEK di Indonesia memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis.
“KEK adalah instrumen utama untuk menarik investasi. Sekarang adalah saatnya memasarkan KEK dan mengoptimalkan peluang yang ada,” kata Menko Airlangga.
Pemerintah juga menargetkan KEK menjadi motor utama diversifikasi ekonomi. Di tengah dinamika global, Indonesia harus mampu memanfaatkan waktu 3–4 tahun ke depan untuk mengembangkan KEK secara optimal.
Arah Baru Pertumbuhan
Dengan berbagai capaian yang telah diraih, KEK menjadi bukti komitmen Indonesia dalam menghadirkan pertumbuhan ekonomi inklusif. Melalui perbaikan infrastruktur, insentif investasi, dan peningkatan kualitas SDM, KEK diharapkan menjadi magnet investasi global sekaligus pusat pertumbuhan baru di berbagai daerah.
Indonesia telah mengambil langkah besar. Kini, waktunya menjadikan KEK sebagai cerita sukses yang tidak hanya berkontribusi pada ekonomi nasional, melainkan juga memperkuat posisi Indonesia di panggung ekonomi dunia.
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nurain/Taofiq Rauf.
Sumber: Indonesia.go.id