Tolak HGU ala AMASRI-AMA, Dr.Elv; Kesadaran Kritis Percikan “Bunga Revolusi” Riau

PEKANBARU | Kompas 1 Net-Ada fenomena sosial menarik di Riau sejak sepekan ini. Beberapa elemen masyarakat menolak perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) yang diantaranya Aliansi Masyarakat Sipil Rokan Hilir (Almasri) dan Aliansi Masyarakat Adat (AMA) Melayu Riau.

Gejala baru tersebut mendapat apresiasi pakar lingkungan hidup Dr.Elviriadi sebagaimana yang terekam media kompas1net.co pada Ahad malam (30/1/22).

Keren Abiz. Satu Almasri, satu lagi AMA. Keduanya, pada hematku, sebuah kejutan kultural. Belum ada sejarah orang Melayu Riau bangkit melawan korporasi dengan terstruktur dan legal. Ini menarik buat saya, ” katanya.

Kepala Departemen Perubahan Iklim Majeiis Nasional KAHMI itu menilai dalam filsafat sejarah memang ada anomali.

Sejarah masyarakat itu sering anomali. Ada gerakan gerakan tak terduga. Tapi source nya sama; bangkitnya kesadaran. Kesadaran kritis, itu awal sebuah percikkan bunga revolusi segala bangsa, ” kata akademisi penikmat fiilsafat itu.

Elviriadi lalu mengatakan Almasri dan AMA lahir dari kesaadaran kritis semacam itu. “Saya kenal adik2 aktivis yang mengagumkan itu. Mereka seolah membuat pengumuman pada rezim penjarah hutan dan lingkungan Riau; kami tak bisa kau bodohi, kami tak mau kau dustai, rakyat Riau tak harus nunggu kiamat baru kesadaran bangkit, ” urai Doktoral alumni UKM Malaysia.

Akademisi yang kerap jadi ahli di pengadilan itu mengatakan tanda tanda kapitalisme akan berakhir di Riau.

“Saya rupa-rupanya kok merasa kapitalisme ekologis itu tumbang ditangan petarung- petarung Melayu Riau. Saya baca jiwa jebat ada pada Heri ketua AMA, ruh emansipasi revolusioner kartini ada pada Khofifah Dinda Syahputri Presidium Almasri. Marxisme dan revolusi negara di dunia ini anasir anasir nya ada pada AMA-Almasri. Pasti seru ini. Tinggal ada kah arsitek gerakan perubahan yang menjadi “guide by leader” mereka? Tentu kita wait and see. Daripada kepunan terus sampai kiamat dijajah korporasi. Kepunan telouw temakollah, wak! Pungkas penulis sastra yang kerap gundul demi hutan.****

 

 

 

 

 

 

Pos terkait