Indonesia terus berperan aktif dalam agenda pembangunan global sebagai upaya menerapkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Ikhtiar ini juga sebagai bagian dari wujud nyata penerapan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dan menjaga ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,
Upaya tersebut juga selaras dengan tujuan soft diplomacy Indonesia yang mencakup diplomasi ekonomi, kebudayaan, dan pendidikan. Salah satunya dijalankan melalui Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI) atau yang juga dikenal sebagai Indonesian Agency for International Development (Indonesian AID).
LDKPI mendukung program-program kerja sama pembangunan internasional di antaranya melalui program hibah kepada Pemerintah Asing atau Lembaga Asing di berbagai bidang seperti kesehatan, pertanian, pembangunan terintegrasi, pengembangan kapasitas, dan pendidikan.
Adapun mekanisme terkait kebijakan pemberian hibah serta negara-negara prioritas penerima hibah melibatkan interkementerian berdasarkan peraturan terkait yang berlaku.
Sejak didirikan pada Oktober 2019, LDKPI telah memberikan hibah kerja sama pembangunan senilai Rp356,58 miliar ke 58 negara sahabat, termasuk Palestina, Myanmar, Timor Leste, Papua Nugini, dan Fiji.
Adapun dana bantuan internasional yang disalurkan oleh LDKPI berasal dari dana abadi APBN yang diperuntukkan kerja sama pembangunan internasional di bawah kelolaan LDKPI sebagai Operator Investasi Pemerintah (OIP).
“Pada dasarnya, hibah adalah salah satu tools untuk mencapai kepentingan nasional yang tercermin dari kebijakan politik luar negeri Indonesia,” kata Direktur Utama LDKPI Tormarbulang Lumbantobing.
Beasiswa TIAS
The Indonesian AID Scholarship (TIAS) merupakan salah satu program hibah LDKPI untuk mendorong pencapaian target SDGs khususnya di bidang pendidikan.
Tormarbulang menjelaskan TIAS juga bertujuan menciptakan pemimpin masa depan dalam rangka mendukung peningkatan kerja sama antara Indonesia dan negara-negara di kawasan Asia, Pasifik, Afrika, dan Amerika Selatan.
“Selain itu, TIAS juga merupakan salah satu alat soft diplomacy, karena target peserta adalah government official atau orang yang direkomendasikan oleh Pemerintah negara prioritas hibah,” ujar Tormarbulang.
Tormarbulang lanjut menerangkan TIAS ditawarkan kepada 25 negara sahabat dengan program studi di 12 perguruan tinggi terbaik di Indonesia dengan total nilai hibah sebesar Rp100,55 miliar. Sehingga dapat turut mendukung perguruan tinggi Indonesia untuk mewujudkan target sebagai World Class Universities.
Adapun berdasarkan keterangan Direktur Investasi dan penyaluran Dana LDKPI Iwan Nur Hidayat, program beasiswa TIAS baru dimulai untuk tahun ajaran 2024/2025.
“Hingga saat ini, kami masih melakukan proses pendaftaran oleh perwakilan RI di masing-masing negara. Rencananya proses seleksi sampai dengan penetapan penerima beasiswa selesai pada Juni 2024. Sehingga penerima beasiswa diharapkan tiba di Indonesia pada Juli 2024 dan mengikuti proses pembelajaran pada Agustus 2024,” jelas Iwan.
Meski terbilang baru, tingginya antusiasme negara-negara target penerima manfaat TIAS tercermin dari aktifnya negara-negara tersebut dalam mengusulkan calon penerima beasiswa.
“Nominasi yang diterima program TIAS hingga saat ini yang mencapai 300 orang merupakan sinyal positif untuk sebuah program baru,” tutur Iwan.
Iwan mengemukakan LDKPI menghadapi berbagai tantangan baik dalam proses perencanaan sampai dengan pelaksanaan program TIAS.
Di tahap perencanaan misalnya terdapat kendala waktu. Guna menyiasati keterbatasan waktu, LDKPI senantiasa meningkatkan kapasitas dalam penyiapan hibah sehingga persiapan program dapat berlangsung dengan cepat dan akurat.
LDKPI juga harus memastikan beasiswa TIAS diberikan sesuai dengan kebutuhan penerima. Sebab itu, peran perwakilan Republik Indonesia di negara-negara target sangat penting.
Di samping itu, tantangan juga datang dari sisi pelaksanaan yakni proses seleksi. Proses seleksi dilakukan mulai dari administrasi, akademis dan wawancara.
“Yang tidak kalah penting adalah memastikan para peserta TIAS dapat lulus tepat waktu sesuai waktu studi yang ditetapkan,” papar Iwan.
Mengingat beasiswa TIAS merupakan program baru dari LDKPI dan cukup banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat, LDKPI pun terus melakukan perbaikan kebijakan.
Iwan menyampaikan pihaknya terus memperkuat komunikasi dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan. Pandangan, kritik, maupun masukan dari berbagai pihak, termasuk dari penerima beasiswa dan negara penerima manfaat, menurut dia sangat berarti bagi penyempurnaan program TIAS.
Kementerian Luar Negeri sebagai salah satu pemangku kepentingan juga turut memberi bantuan dan fasilitasi akses komunikasi dengan negara-negara tersebut.
“Walaupun program ini difasilitasi oleh Indonesian AID, akan tetapi yang terlibat adalah banyak pihak. Kami melihat bahwa program TIAS ini adalah wujud kepentingan nasional masa depan. Sehingga program ini pada dasarnya adalah milik Republik Indonesia,” pungkas Iwan.
Sumber: Artikel ini telah tayang di situs Media Keuangan | MK+ dengan judul “The Indonesian AID Scholarship, Dari Indonesia Untuk Kemajuan Global – Media Keuangan”