PEKANBARU | Kompas 1 Net – Heboh sidang perkara suap Perpanjangan HGU PT.Adimulia Agroforestri di Pengadilan Tipikor Kamis (3/2) kemarin menarik perhatian publik.
Fakta menohok dari ruang sidang yang menyebut ada bagi bagi “uang makan” ke Pejabat Kanwil BPN dan Pejabat Pemkab Kuansing itu membuat pakar lingkungan Dr.Elviriadi naik pitam.
Lailaahaaillauloooh, geram betol awak nengonye. Harusnya pejabat Kanwil BPN itu mengecek praktek HGU di Riau ini yang centang perenang. Lalu panen cabut ijin (sertifikat) HGU. Ini malah sogok menyogok, ” sesal Elv, jumat malam. (04/02/22)
Kepala Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI itu menilai pengeluaran ijin HGU di Propinsi Riau jelas sekali lemah.
Masak bisa lolos ijin HGU di Riau ini. Berartikan pejabat tak mengawasi. Tak mengecek kelapangan. Berapa luas konsesi sesuai Sertifikat atau gak? Bermakna juga tak ada pengecekan berkala sesuai Tupoksi Bidang bidang terhadap degradasi lingkungan yang terjadi, kualitas ekologi, kriteria sustainability dan aspek aspek sosial ekonomi. Sy saja heran, kok bisa lolos ijin lingkungan Hak Guna Usaha di Riau ini. Kolam kolam dan danau di Balam Sempurna Rohil itu kering, DAS rusak. Kok malah diperpanjang. Dan malah sogok menyogok lagi. Rakyat dan lingkungan menderita, dia malah bagi bagi uang haram? ” beber mantan aktivis mahasiswa.
Akademisi yang kerap jadi ahli di pengadilan itu meminta publik memgawasi Kanwil BPN dan birokrat di Riau.
“Harusnya mengindentifikasi, validasi kondisi HGU di Riau. Di Rengat aja orang kedai kopi tau ada HGU seluas 3000 ha tanpa hak. Ini bagaimana bisa gini? Ngapa dibiarkan hancur lebur tata kelola perkebunan. Sedangkan masyarakat minta Plasma (20%) sesuai UU aja tak peduli. Untung ada Almasri, AMA dan LSM KPH PL berani tolak Perpanjangan HGU dan teriak. Heran juga, negara macam apa indonesia nie. Kayak tak ada aturan. Hukum rimba aja ya. Konglomerat di manja, rakyat di sengsarakan. Hutan tersisa di Meranti di babat. Apo tak kepunan budak Melayu. Kepunan telouw temakol lah, Wak! “Pungkas peneliti gambut yang rutin gundul demi hutan.***