Tulisan ini sudah pernah dimuat dalam kolom opini Riau Pos pada hari Selasa 3 April 2012. Namun berhubung karena era itu adalah masa transisi dari teknologi elekronik menuju digital, artikel tersebut tidak dapat diakses lagi. Oleh sebab itu penulis ingin mengorbitkan kembali agar halayak pembaca bisa menyimak pesan-pesan yang terkandung didalamnya, yang kiranya masih relevan dengan kebutuhan rohani kita hari ini insyaAlloh).
Kesadaran hati total sebagai hamba Alloh (ibadurrohman) adalah cita-cita agung seorang insan beriman. Siaga batin adalah bentuk keterjagaan jiwa pengejawantahan kesadaran tinggi atas kehambaan diri disisi RobbNya. Baik dalam bentuk kesiagaan dalam arti keta’atan bersegera pada keampunan (maghfiroh) maupun dalam bentuk ketaqwaan mengendalikan diri dari larangan. Begitu juga kesadaran dalam arti tingkat kehati-hatian dalam bertindak menepati jalan agar tidak melanggar aturanNya. Pendeknya siaga batin dalam konteks ini dimaknai dengan sebuah kesadaran simultantif atas kehambaan diri dalam upaya menuju insan kamil sebagai hamba Alloh maupun sebagai khalifatulloh fil ardhi.
Berpikir Simultantif
Kesadaran ini kiranya amat perlu disikapi setiap pemilik hati. Wahai saudara insan semesta. Planet ini hanyalah tumpangan sementara. Kalau kita tidak mengindahkan aturanNya sesungguhnya pengkiamatan akan lebih cepat berlaku buat kita semua. Contohnya dalam hal tatanan alam. Andai kita bisa menyadari betapa rahasia penciptaan bentuk tofografi bumi dengan segala keindahannya. Segalanya telah Allah ciptakan dengan tepat ukuran, dimana hutan sebagai paru-paru bumi sekaligus penampung sementara air hujan. Bukit-bukau menjadi penghempang curahan air hujan. Gunung-ganang sebagai pasak bumi.
Tetapi hari ini, atas nama pembangunan dan kepentingan ekonomi oriented yang rata-rata tidak berfaksikan pertimbangan ekologis dan budaya serta kearifan lokal. Kita telah menjarah hutan alam, gunung rimba dan belantara, sehingga pesan dan petunjuk Ilahi ayat-ayat kauniahNya telah banyak kita langgar. Pulau-pulau telah kita gembosi, terumbu karang telah kita musnahkan, sungai-sungai telah kita dangkalkan, bukit-bukau telah kita ratakan.
Tahukah anda wahai saudara, bahwa planet bumi yang kita diami bergerak aktif bagai dinamika siklus akuarium buana, lautan luas wadah kolamnya, tempat ditampungnya semua aliran sungai. Air laut dipanaskan matahari hingga menguap naik ke udara, menjadi awan hingga titik-titik air hujan, lalu akan turun kembali ke bumi, ditampung oleh hutan kembali, dihempang oleh bukit-bukau, lalu dialirkan menuju ke sungai dan terus menuju ke hilir dan bermuara ke laut kembali.
Andai semua perangkat akuarium buana ini sudah tidak seimbang lagi, tentu sistematika siklus terganggu. Alam buana akan murka kalau kita terus berbuat ulah kerusakan di muka bumi.
Disisi lain, atas kebutaan mata hati. Dengan cara seperti itu kita menganggap telah untung, bila semua hutan dapat kita garap dan musnahkan. Kayunya kita jual, uangnya kita kantongi. Lempar batu sembunyi tangan, tembak laut kena daratan. Ktmbinghitamkan orang lain atas kambing hitam sendiri. Merasa hebat dan puas hati, padahal kejahilan diri membolongi kapal milik sendiri, tinggal menunggu waktu karam dan tenggelam. Lalu disaat kapal tenggelam uang yang kita bawa sedikitpun tidak bermanfaat lebih dari selembar papan pelampung kematian.
Berguru pada alam.
Fenomena alam raya adalah pelajaran besar bagi insan semesta. Karena ia memang dicipta ibarat taman buana buat kita. Yang sepatutnya kita harus jaga dan lestarikan bersama sebagai tanda kesyukuran kita. Yang sepatutnya kita hanya mengambil seperlunya, tidak serakah tidak memusnah. Bukan mementingkan ekonomi eriented semata. Biar hutan musnah, alam binasa. Negeri kandas pulau tergadai. Yang penting awak kenyang hari ini. Esok lusa orang lain tiada kesah.
Tetapi sebaliknya utamakan kearifan lokal, pesan adat pesan budaya serta petunjuk agama. Bangun negeri titipan azali. Lestari alam sejahtera negeri.
Saudara beriman insan semesta. Pelajaran alam ini mendidik kita agar lebih konsisten, istiqomah dan fundamental dari segi sikap dan keyakinan. Jangan sampai kita berfaham sekuler dalam ibadah dan perbuatan, atau punya standar ganda dalam keyakinan. Mencampur adukkan keyakinan dalam berbagai tindakan amaliyah. Siaga batin dimaksud agar kita tetap mempertimbangkan urusan duniawi dengan kaca mata pandang ukhrowi kebenaran hakiki.
Karena standar ini akan memberi kemaslahatan bagi setiap pelaku dan curahan rahmat bagi sesama.
Sekali iman tetap iman. Sekali amanah tetap amanah. Barulah didapat nilai kemanisan. Siaga batin lebih klop bila dibangun mulai dari titik akhir. Kesiagaan menghadapi maut dengan segala keinsyafan dan kesadaran tinggi. Sehingga natizah dari semua pergerakan menuju kebermaknaan menuju keabadian. Perhitungan sedemikian lebih selektif dan efektif untuk terus berhati-hati dan waspada. Tiada ceroboh dan congkak, tiada subhat dan melampaui batas.
Penutup
Untuk maksud itu, wahai insan semesta. Momentum revolusi hati kembali menyeru, agar kesadaran bangkit bertahap dalam arti manifestasi sifat ihsan 24 jam kehidupan menjadi sasaran bidik utama. Yakni sentiasa merasa diri diawasi kamera sorot Azza Wajalla. Kemanapun kita pergi dan dimanapun kita berada. Jangan pernah lengah jangan pernah lalai. Tuntutan ma’rifat Ilahi sepanjang detik waktu dalam rentang kehidupan.
Agaknya kesiagaan dalam bentuk inilah satu-satunya yang boleh kita harap bisa membakar jiwa agar tetap membara dan menyala sebagai hamba Allah yang akan kembali padaNya.
Keyakinan terakhir ini, kiranya menjadi kata kunci hidupnya siaga batin dalam diri kita, yakni kesadaran diri akan kembali keharibaanNya, sehingga keberadaan kita selama di jagat mayapada betul-betul optimal mempersiapkan diri menuju jalan pulang. Membangun aktivitas diri dalam kebermaknaan. ***
M. Sangap Siregar, MA. adalah Dosen Univ. Hang Tuah Pekanbaru Riau