Calon siswa didampingi orang tuanya menyiapkan berkas persyaratan calon peserta didik baru saat daftar ulang di SMA Negeri 2 Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Rabu (3/7/2024). ANTARA FOTO/ Aulia Rahman
Permendikbudristek 1/2021 menjadi dasar bagi kebijakan PPDB dalam memperkenalkan seleksi berbasis zonasi. Tujuannya, mengurangi diskriminasi dan memberikan kesempatan sama bagi semua peserta didik.
Mengurus pendaftaran siswa baru setiap tahun kerap menjadi persoalan laten bagi sebagian besar para orang tua. Awal tahun ajaran baru menjadi kesibukan tersendiri bagi orangtua maupun perangkat tenaga pendidikan di daerah. Cerita-cerita penolakan calon siswa di zonasi yang sama, jumlah ruang kelas terbatas hingga upaya segala cara dilakukan agar siswa masuk ke sekolah favoritnya.
Seperti yang terjadi di Kota Serang, Banten. Orang tua siswa mengeluhkan sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA di Kota Serang, yang dianggap tidak sesuai. Salah satu orang tua siswa asal Kelurahan Karundang, Kota Serang, Wawan Satria, di Serang, Senin (1/7/2024), memprotes anaknya yang tergeser dari pilihan sekolahnya yaitu SMAN 2 padahal jarak dari rumah dengan sekolah dekat.
“Karena jarak sih yah, aneh juga padahal jarak dari rumah ke sekolah juga dekat ini masih satu kelurahan. Tetapi pas hari Sabtu kemarin cek di sistem namanya malah hilang,” ungkapnya seperti diwartakan Antaranews.
Wawan juga mengaku sempat mengukur secara mandiri untuk mengetahui pasti jarak rumahnya ke sekolah. Hasilnya, jarak yang ditempuh tidak sampai 1.400 meter bahkan kurang dari itu. Ia masih bersikukuh anaknya bisa masuk ke SMAN 2 dan tidak mendaftar ke sekolah lainnya.
Saking penasarannya, Wawan menyambangi sekolah untuk mengetahui penyebabnya. Sementara untuk mendaftarkan anaknya melalui jalur prestasi juga memiliki kuota yang terbatas dan diperebutkan pendaftar dari berbagai wilayah.
Tahun ini, persoalan PPDB masih mencuat mengingat banyaknya lulusan setiap jenjang pendidikan yang belum merata khususnya di tingkat menengah. Tujuan PPDB agar terjadi pemerataan mutu sekolah dan menghilangkan sekolah favorit belum sepenuhnya terjadi di semua daerah.
Sebagai ilustrasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melaporkan, jumlah murid di Indonesia sebanyak 53,14 juta orang pada semester ganjil tahun ajaran 2023/2024. Dari jumlah tersebut, mayoritas murid berada di tingkat Sekolah Dasar (SD), yakni 24,04 juta orang.
Sebanyak 9,97 juta murid berada di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada 2023/2024. Lalu, ada 5,32 juta murid yang mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA).
Jumlah murid yang berada di bangku Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak 5,08 juta orang. Ada pula 3,74 juta murid berada di tingkat Taman Kanak-kanak (TK).
Karena itu, peran regulasi, pengawasan, dan implementasi sangat penting untuk mewujudkan PPDB yang objektif, transparan, dan akuntabel.
Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek Muhammad Hasbi menilai regulasi merupakan fondasi yang dapat memastikan pelaksanaan PPDB berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan non-diskriminasi.
Ia pun menyebut Peraturan Mendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 menjadi dasar bagi kebijakan PPDB untuk memperkenalkan seleksi berbasis zonasi yang bertujuan mengurangi diskriminasi dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik.
“Regulasi ini merupakan penyempurnaan dari kebijakan sebelumnya, yang terus diperbaiki berdasarkan evaluasi tahunan untuk menjamin kesesuaiannya dengan kondisi lapangan,” ujarnya dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema ‘Mewujudkan PPDB yang Objektif, Transparan, dan Akuntabel’, Senin (1/7/2024).
Adapun dari sisi pengawasan, Hasbi menilai ini adalah kunci untuk memastikan bahwa regulasi PPDB diterapkan dengan benar. Kemendikbudristek pun bekerja sama dengan berbagai lembaga, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam membentuk forum koordinasi pengawasan PPDB.
Tujuan utama pengawasan ini untuk mendorong pemerintah daerah mematuhi regulasi dan melakukan evaluasi pelaksanaan PPDB setiap tahun. Kolaborasi ini juga melibatkan penandatanganan pakta integritas oleh seluruh pemangku kepentingan pendidikan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas. Untuk itu, pihaknya turut melibatkan KPK yang melakukan Survei Penilaian Integritas Pendidikan 2024 di semua daerah, untuk mengukur integritas proses pendidikan, termasuk PPDB.
Sementara dari sisi implementasi, kebijakan PPDB yang efektif memerlukan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah. Hanya saja, ia melihat implementasi kebijakan PPDB di lapangan menjadi tantangan tersendiri, karena beberapa daerah belum melaksanakan tahapan persiapan PPDB secara komprehensif.
Hasbi melanjutkan, beberapa masalah seperti kecurangan dalam seleksi dan ketidakpahaman masyarakat terhadap sistem daring juga masih perlu diatasi.
Pelbagai masalah tersebut sudah diamati oleh Ombudsman. Pada tahun 2023, hasil pengawasan PPDB yang dilakukan oleh Ombudsman di 28 provinsi, 58 kabupaten/kota, dengan rincian 158 sekolah dan 126 madrasah, menemukan beberapa permasalahan. Di antara lain ditemukan praktik manipulasi bahkan pemalsuan dokumen kependudukan untuk pemenuhan jalur zonasi, praktik titip siswa untuk masuk ke sekolah tertentu dari berbagai pihak, praktik pungutan liar pada proses pendaftaran ulang, serta penambahan ruang kelas dan daya tampung rombongan belajar yang tidak sesuai ketentuan.
Sistem PPDB Berkeadilan
Sementara itu, Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Purwosusilo menyebutkan pada 2024, salah satu penyempurnaan signifikan dari sistem PPDB di Jakarta adalah penerapan zona prioritas untuk SD, yang sebelumnya hanya diterapkan untuk SMP dan SMA. Hal ini untuk mewujudkan sistem PPBD yang berkeadilan bagi masyarakat di Ibu Kota.
“PPDB bersama dengan sekolah swasta juga perlu diperkenalkan untuk meningkatkan daya tampung, di mana siswa yang bersekolah di swasta didanai oleh Pemprov hingga lulus, dengan catatan tidak boleh pindah sekolah. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kendala biaya yang sering menjadi alasan utama orang tua memilih sekolah negeri,” papar dia di Dialog FBM9.
Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta berkomitmen untuk memastikan bahwa semua anak mendapatkan akses pendidikan yang layak. Meskipun ada tantangan dalam pelaksanaan PPDB jalur zonasi, pihaknya mengambil kebijakan untuk membuat zona prioritas yang didasarkan pada akses, bukan jarak, sesuai dengan karakteristik demografi Jakarta.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/
Elvira Inda Sari
Dikutip dari laman Indonesia.go.id