Anggota Komisi II DPR RI, Rusda Mahmud, saat kunjungan kerja Komisi II DPR RI bersama Gubernur Maluku Utara dan jajaran perangkat daerah, di Ternate, Maluku Utara, Senin (28/7/2025). Foto: Nadya/vel
Ternate, Kompas 1 net — Anggota Komisi II DPR RI, Rusda Mahmud, menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan penyelesaian berbagai persoalan pertanahan di daerah, termasuk konflik lahan, tumpang tindih izin, hingga lemahnya pelaksanaan reforma agraria. Hal itu disampaikan saat kunjungan kerja Komisi II DPR RI bersama Gubernur Maluku Utara dan jajaran perangkat daerah, Senin (28/7/2025), di Ternate, Maluku Utara.
Menurut Rusda, kunjungan kerja ini bukan sekadar seremonial, melainkan sarana untuk mendengar langsung keluhan dan persoalan riil yang dihadapi pemerintah daerah, terutama terkait tata kelola lahan dan tanah masyarakat.
“Tujuan kita jelas, kami ingin mendengar keluhan dari para bupati, wali kota, gubernur, juga Kanwil BPN. Setelah itu, kita bawa semua catatan ini ke Jakarta dan akan kita bahas di tingkat pusat bersama kementerian terkait,” ujarnya.
Salah satu isu krusial yang disoroti Rusda Mahmud adalah konflik tumpang tindih lahan antara wilayah tambang yang telah memiliki izin operasi dengan Hak Guna Usaha (HGU) yang muncul belakangan.
“Saya terima langsung aspirasi masyarakat. Ada lokasi tambang yang sudah beroperasi bertahun-tahun, tiba-tiba muncul HGU di atasnya. Ini bisa menimbulkan konflik sosial. Padahal lahan itu sudah 10 tahun tidak dikelola oleh pemegang HGU karena memang tidak layak ditanami sawit atau lainnya,” tegas Rusda.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, disebutkan bahwa tanah hak yang tidak dimanfaatkan selama lebih dari 2 tahun secara optimal dapat ditetapkan sebagai tanah terlantar dan dikembalikan kepada negara. Aturan ini menurut Rusda harus ditegakkan secara adil dan konsisten, terutama untuk mencegah monopoli lahan yang merugikan masyarakat lokal.
“Kalau sudah tidak dikelola lebih dari dua tahun, ya cabut saja. Negara harus hadir, jangan biarkan hak tanah hanya jadi alat spekulasi,” lanjutnya.
Di sisi lain, Rusda Mahmud juga menyoroti perkembangan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Provinsi Maluku Utara. Program nasional yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah ini dinilai belum optimal dalam pelaksanaannya.
Berdasarkan laporan Kanwil ATR/BPN Maluku Utara, dari total target wilayah pendaftaran, baru sebagian yang berhasil didata sepenuhnya. Bahkan, di salah satu kabupaten, meski secara administratif tercatat hampir 100 persen terdaftar, namun secara fisik masih banyak bidang tanah yang belum disertifikasi.
“PTSL ini jangan selesai hanya di pendataan, tapi harus dituntaskan sampai sertifikat fisik diterima masyarakat. Kita harapkan ke depan bisa 100 persen tercapai dengan dukungan anggaran dan pendampingan teknis dari pusat,” imbuhnya.
Sebagai bagian dari fungsi pengawasan dan legislasi, Rusda Mahmud menegaskan bahwa Komisi II DPR RI akan menyusun regulasi yang lebih operasional, sederhana, dan berpihak pada rakyat. Ia menyayangkan masih banyak aturan teknis yang justru membingungkan pelaksana di lapangan.
“Nanti kami akan bantu rumuskan regulasi yang tidak ribet-ribet amat, supaya bisa dijalankan di lapangan. Masalah pertanahan ini sensitif, maka harus diselesaikan dengan cara yang jelas dan adil,” katanya.
Komisi II DPR RI juga akan mendorong penguatan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota agar bisa lebih responsif dalam menangani permasalahan pertanahan, termasuk mempercepat redistribusi tanah dan legalisasi aset masyarakat.
Sebagaimana diketahui, reforma agraria merupakan agenda prioritas nasional untuk memperbaiki struktur penguasaan tanah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dukungan kebijakan dari pusat dan sinkronisasi lintas sektor menjadi kunci keberhasilan program ini di daerah. (ndy/aha)
Sumber – dprri.go.id