MERINTIS JALAN PULANG

Oleh :
M. Sangap Siregar, MA
Dosen Universitas Hang Tuah Pekanbaru.

Manusia Allah ciptakan terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan rohani. Jasmani tercipta dari sari pati tanah, rohani dari tiupan ruh Ilahi (Ruhullah).

Bacaan Lainnya

Tumbuh-tumbuhan mengisap makanan daripada tanah. Hewan memakan tumbuhan. Bermakna hewan dan tumbuhan berasal dari tanah. Sedangkan manusia memakan kedua-duanya.

Karena tumbuh-tumbuhan dan hewan berasal daripada tanah, maka ia merupakan makanan jasad manusia, sesuai fitrah kejadian asalnya.

“Wahai manusia makanlah dari makanan yang halal lagi baik yang terdapat di bumi…(QS. Al Baqoroh : 168).

Seiring dengan itu, ayat lain menegaskan pula :

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu mauizhoh dari TuhanMu, dan penawar bagi yang ada dalam dada, dan telah datang petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Yunus : 57).

Sementara ruh, nyawa dan rohani batin adalah murni tiupan ruh Ilahi. Maka bahan makanan bahkan obatnya adalah apa yang Allah turunkan dari langit, berupa agamaNya, yang terhimpun dalam bentuk perintah dan larangan syari’atNya. Semua itu menjadi konsumsi rohani batin kita.

Dengan demikian, apa yang Allah turunkan dari langit yakni berupa perintah-perintahNya menjadi makanan rohani batin manusia.

Kesenangan, ketenangan, kedamaian bahkan sehatnya rohani kita, tergantung terpenuhi atau tidaknya menu-menu gizi rohani, yakni sempurna tidaknya kita tunaikan perintahNya dan kita jauhi segala laranganNya.

Rohani yang sehat, senang tunaikan perintah-perintahNya. Rohani yang sakit pertanda serik, payah dan enggan tunaikan perintahNya baik yang wajib maupun sunat.

Dosis, gizi, menu takaran, format konsumsi rohani, tiada seindah rujukan Nabi SAW. Sebagai uswah model pilihan terbaik. Insan teladan sepanjang zaman.
Tiada panduan lain yang lebih hebat dan unggul daripadanya.

Kesenyawaan, kesepaduan antara jiwa dan jasad merupakan kesenyawaan hakiki seorang insan.

Hubungan antara jasad dan rohani

Mengutip petikan sederhana seorang filsuf : “Hubungan jiwa dan jasad itu, bukanlah sesuatu yang ditambahkan, melainkan sesuatu yang hakiki. Tanpa jiwa insan itu bukanlah insan lagi”.

Posisi dan kedudukan jiwa, nyawa atau ruh pada diri kita teramat tinggi, hidupnya jasad karena ada ruh, sedangkan ruh akan tetap hidup tanpa jasad. Bahkan ia akan kembali kepada pemilikNya yang meniupkannya disaat kita masih dalam rahim ibu.

Kembali yang di ridhoi adalah setinggi-tinggi akhir perjalanan menjadi impian dan harapan terindah insan beriman.

Ruh akan bersenyawa dengan jasad hingga ajal menjemput kita. Ketika itu, ibarat siklus kejadian bermula yakni jasad berawal dari tanah, maka ia kembali ke tanah. Nyawa berasal dari tiupan ruh Ilahi akan kembali menghadapNya.

Oleh itu, selama bersatunya jasad dengan ruh, hal utama yang harus dijaga dan diusahakan hendaklah supaya ia selaras dari segi makanan dan kebutuhannya. Makanan jasadi berupa barang yang halal lagi baik dari apa yang Allah tumbuhkan dari bumi. Makanan rohani atau jiwa apa yang Allah turunkan dari langit berupa perintah-perintahNya. Baik dalam bentuk ibadah seperti sholat, puasa, zakat, haji, bahkan dakwah, do’a dan zikir tilawat. Berbuat baik pada sesama dan makhluk.

Sedang menghindar atau menjauhkan diri dari larangan-laranganNya, merupakan diet atau pantangan rohani agar tetap sehat, bugar, bening dan fitrah.

Rohani yang bening dan fitrah adalah impian revolusi hati agar tetap bercahaya dengan sinar ma’rifahNya.

Sebaliknya kalau tak di redhoi adalah seburuk-buruk kegagalan.

Kekuatan rohani merupakan obor penggerak kekuatan jasmani dalam segala bentuk, ketahanan, ketangkasan, dan kecekalannya. Sebaliknya rohani yang lemah, rapuh, gersang dan tandus rentan dan mudah diserang penyakit. Baik penyakit jasadi maupun rohani itu sendiri.

Dalam hal kesenyawaan antara jasad dan rohani ada tendensi timbal balik antara keduanya. Filsuf kesehatan berkata “Di dalam badan yang sehat terdapat pikiran yang waras. Mens sana in corpore sana, mudah-mudahan. Tetapi sesungguhnya di dalam rohani yang sehat justru terdapat pikiran yang jernih, walau badan jasmani cacad. Apalagi sempurna.

Oleh sebab itu, untuk menguatkan dan menyehatkan rohani kenalah rajin dan istiqomahkan amal sesuai risalah syari’at dan thariqat nubuah menuju pengenalan hakikat dan ma’rifahNya.

Segala aturan dan petunjuk syari’at Allah dan Rosul adalah manfaat. Anjuran perintah dan arahan agama ditunaikan merupakan enzime, gizi dan energi rohani batin.

Sebab hukum Allah itu adalah pasti, janjiNya mutlak, seperti ayat : “Jika kamu bersyukur niscaya Allah akan tambahkan nikmatnya kepadamu, tetapi kalau kamu kufur niscaya azabNya amat pedih”.

Sedang segala bentuk larangan yang mesti kita jauhi adalah bentuk diet rohani, terapi pencegahan preventif agar segala penyakit dan musibah bencana menjauh.

Kita sebagai makhluk hamba ciptaanNya yang terbaik, yang sering disebut sebagai mahkota ciptaan, asyrofil makhluqoot, khalifah di muka bumi. Memiliki nyawa, ruh dan napas kehidupan yang melekat pada jasad sebelum ajal tiba. Nyawa adalah ruh tiupan milikNya. Bagian dari esensi substansi milik kesempurnaanNya yang tidak mati-mati. Zat itulah yang akan kembali padaNya. Sementara jasadi raga akan kembali ke asalnya yakni tin (tanah) di bumi.

Perjalanan menuju keabadian sebuah keniscayaan

Perjalanan menuju keabadian itu adalah maut, sebagai pintu gerbang kehidupan akhirat, sebuah perjalanan panjang menuju Allah SWT. Dialah yang Haq, Maha Hidup dan Kekal. Abadi dalam sifatNya, abadi dalam ZatNya.

Oleh itu, perjalanan menuju keabadian sesungguhnya juga adalah merupakan perjalanan menuju fitrah.

Inilah suatu keluarbiasaan yang hanya dapat dicerna dengan ejawantah nalar iman semata. Tiada yang mustahil bagiNya. Kalau yang pertama Allah bisa dengan penciptaanNya yang unik dan sempurna. Kenapa pula diragukan kemaha penciptaannya pada kali yang lain. Sungguh tidak susah bagiNya.

Kita sebagai makhluk hamba ciptaanNya yang terbaik, yang sering disebut sebagai mahkota ciptaan, asyrofil makhluqoot, khalifah di muka bumi. Memiliki nyawa, ruh dan napas kehidupan yang melekat pada jasad sebelum ajal tiba. Nyawa adalah ruh tiupan milikNya. Bagian dari esensi substansi milik kesempurnaanNya yang tidak mati-mati. Zat itulah yang akan kembali padaNya. Sementara jasadi raga akan kembali ke asalnya yakni tin (tanah) di bumi.

Tetapi diberitakan bahwa pada kali yang lain antara jasad dan ruh inipun akan dipertemukan olehNya dengan tidak susah. Yakni dengan Qudrat dan IradatNya Yang Maha Perkasa. “Kun  Fayakun kataNya, maka jadi atau wujud dan terciptalah kembali, walau mungkin dalam versi yang berbeda. Sebab ketika itu sudah berada di hari kebangkitan (Hari Berbangkit) setelah alam barzah atau alam kubur.

Hanya saja aturan petunjuk seyogianya dibutuhkan agar bisa sampai selamat menuju destinasi impian dan kejayaan abadi.

Apabila kita ingkar petunjuk, langgar rambu-rambu, tidak ikut arahan maka akan terbebas dari jalur fitrah kegemilangan sebaliknya akan tercampak ke lembah nista.

Maka dari itu, perjalanan menuju keabadian haruslah dimulai sejak hari ini. Pastikan kita mau menuju Allah, mau berjumpa dan menemuiNya. Rindukan Dia  di hatimu. Cintai Dia di benakmu. Hadirkan Dia selalu di jiwamu. Amati kehendakNya. Ikuti kemauanNya. Jadikan Dia sebagai cintamu yang pertama.

Akomodasikan semua aktivitas pergerakanmu menuju pencarian redhoNya. Sadari senantiasa bahwa titik akhir perjalananmu adalah menuju pertemuan denganNya. Maka, tiada detik-detik hari tanpa bersamaNya. Tiada kreasi  aktivitas tanpa penyertaanNya. Tiada impian terindah tanpa kerinduan terhadapNya. Tiada kreasi pikir tanpa spektrum warna-warnaNya…

Wallohu ta’ala a’lam***

Oleh :
M. Sangap Siregar, MA
Dosen Universitas Hang Tuah Pekanbaru.

 

 

 

 

 

Pos terkait