Mengupas Kekalahan Argentina dan Jerman, Komentator Agung Wibawanto : Bola Itu Bundar Kawan,Tidak Flat

Yuk, mengupas bola bundar. Mengapa negara unggulan dan memiliki sejarah piala dunia seperti Argentina dan Jerman bisa bernasib identik sama di laga perdananya? Unggul satu gol melalui titik penalti di babak pertama, tapi kena mental pada babak kedua.

Lawannya berhasil comeback dengan dua gol, padahal mereka ditekan habis hanya mengandalkan serangan balik? Mengapa juga Inggris dan Spanyol bisa melenggang jemawa dengan pesta gol ke lawan-lawannya? Inggris hantam Iran 6-2, dan Spanyol gebuk Costa Rika 7-0!

Bacaan Lainnya

Sepertinya mudah banget mencetak gol kayak latihan saja. Jangan katakan Inggris dan Spanyol tim hebat dan berisi pemain hebat, karena Argentina dan Jerman pun begitu. Jangan katakan juga kalau Costa Rika dan Iran tim kecil, karena Arab Saudi dan Jepang juga sepantaran.

Penonton lelah, pengamat bingung, dan bandar judi pun ambruk. Ada pula riwayat pildun yang mengatakan bahwa ajang pildun itu penuh kejutan. Mungkin benar, namun tidak semua. Ada pertandingan yang bikin kita terkejut, tapi ada pula laga yang sangat mudah diprediksi, ya hasilnya sesuai dengan perkiraan.

Adakah ini menunjukkan sebuah pertandingan yang dijamin bebas dari suap? Atau justru karena ada sebuah “permainan”. Susah ditebak juga kan? Lantas, apa yang bisa dipastikan? Tidak ada. Itulah pertandingan, layaknya sebuah kehidupan yang harus kita jalani.

Para pemain dan pelatih tidak pernah tahu apakah mereka akan kalah ataupun menang. Yang terpenting mereka berlatih dengan baik dan berkeyakinan akan menang di setiap pertandingan. Kalah dan menang itu biasa dalam pertandingan, sama seperti gagal dan berhasil di kehidupan.

Namun saya pastikan dan yakini, tidak ada satupun tim yang merasa senang dirinya kalah. Tidak ada pula tim yang tidak ingin bangkit dan menang (tidak mungkin ikhlas kalah terus menerus). Itulah yang harus kita lakukan. Bukan menyesali kegagalan, meratap, meraung, menyalahkan diri sendiri.

Tanya Lionel Messi, ataupun Manuel Neuer, pemain hebat tapi timnya kalah. Mereka melakukan evaluasi di mana kesalahan lalu berlatih lagi dan berkeyakinan meraih kemenangan pada pertandingan selanjutnya. Bagaimana saat menang? Justru itu ujian yang paling berat karena kerap membuat orang terlena larut dalam kejemawaan.

Kesombongan dapat menjatuhkan sebuah keberhasilan karena mereka tidak menjejak (membumi), melainkan melayang di udara. Arab Saudi berpesta pora karena mungkin sebuah keajaiban datang pada mereka, berhasil mengalahkan tim dengan Messi di sana berdiri sebagai kapten tim.

Mungkin mereka tidak peduli harus kalah pada laga berikutnya dan gagal lolos 16 besar tapi sudah puas mengalahkan Argentina. Bagi Inggris dan Spanyol bisa menang besar di pildun sebenarnya juga jarang-jarang, namun kemenangan mereka atas tim kecil dianggap sudah keharusan yang wajar, berapapun golnya.

Pelatih dan pemain Inggris juga Spanyol paham bahwa perjuangan belum lagi usai, tujuan belum dicapai, pantang untuk bersorak berlebihan dulu. Fokus pada langkah (pertandingan) berikutnya. Demikianlah kita menjalani hidup saat berhasil agar tidak menjadi congkak, senang berlebihan, pamer sana-sini.

Sebuah kesenangan hanya satu titik yang sangat sebentar, dibanding penderitaan kesedihan yang berkepanjangan dalam hidup, jika kita tidak bisa menjaga diri. Sukses harusnya dijadikan sebagai peringatan agar kita tidak gagal pada langkah berikutnya.

Menarik untuk menunggu tim-tim lain yang masih belum bertanding, dan juga menanti tim-tim yang sudah pernah kalah ataupun menang, pada pertandingan berikutnya. Apakah bola tetap bundar yang artinya bisa menggelinding kemana pun, ataukah bola itu flat yang mudah dibolak-balik?

Dan bagaimana pula tim-tim tadi bisa belajar untuk menghadapi pertandingan selanjutnya. Bagi pemirsa, ini sebuah pembelajaran kehidupan, bukan sekadar tontonan yang justru hanya menghasilkan caci maki, atau bahkan menjadi guyonan semata. Salam.

Caption: Setelah Argentina, kembali tim besar, Jerman, harus takluk melawan perwakilan Asia, Jepang. Mengingatkan peristiwa empat tahun lalu Jerman tersingkir oleh Korea Selatan yang saat itu dilatih Shin Tae-yong (2018). Manuel Neuer, sang kapten Jerman, tampak lesu usai pertandingan.

By: Agung Wibawanto

Diterbitkan Kompas 1 Net, 24/11/2022.

Pos terkait