PEKANBARU – Akhir-akhir ini LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) hangat diperbincangkan ranah nasional maupun internasional.
LGBT dalam aspek Islam,dan psikologi dan cara menyikapi nya.
Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Queer atau biasa disingkat LGBTQ+ telah menjadi topik hangat di Indonesia akhir-akhir ini. Pasalnya, beredar banyak opini di media sosial yang menganggap bahwa LGBTQ+ merupakan penyakit gangguan kejiwaan.
Memahami mereka yang berbeda dengan kita bukanlah hal mudah, terlebih memahami teman-teman dari komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). Rasanya perbedaan kita terlalu jauh. Rasanya mereka sangat asing, sesuatu yang tidak terjangkau imajinasi kita.
Sejak dahulu, isu ini memang sensitif, terlebih lagi jika dilihat dari kacamata budaya dan agama, kerap kali kaum ini dinilai menyimpang, tak sesuai kaidah, dan tidak normal.
Salah satu fenomena yang masih menyinggung LGBT adalah euforia piala dunia 2022 yang diadakan di Qatar belum lama ini. Hal ini menjadi pernak-pernik dan kehebohan untuk aksi kesebelasan berbagai negara. Namun terlepas dari hal itu, piala dunia 2022 ini menorehkan warna baru yang patut untuk dicermati lebih dalam lagi karena terpantau adanya kebebasan dalam promosi orientasi menyimpang seksual atau LGBT.
Di dalam Al-Qur’an, masyarakat yang tinggal di desa Sodom memiliki perilaku yang sangat tercela bahkan perbuatannya dianggap melampaui batas. Bahkan mereka memiliki berbagai komunitas yang tersebar di seluruh belahan dunia termasuk di Indonesia.
Nabi Luth telah memperingati mereka dengan berkata“Mengapa kamu tidak bertaqwa? Sungguh aku ini adalah seorang Rasul kepercayaan yang diutus kepadamu. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku dan aku tidak meminta imbalan apapun. Imbalanku hanyalah dari Tuhan seluruh alam”.”Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara banyaknya manusia kemudian berbuat homoseksual dan kamu tinggalkan perempuan yang diciptakan Tuhan untuk menjadi istri-istri kamu? Kamu memang orang-orang yang melampaui batas”.
Menurut ilmu psikologi, ketika seseorang telah melampaui batas, dia akan terus menginginkan sesuatu yang tidak normal. Apakah yang terjadi adalah ketika kau melampaui batas, semua agama berkata, “Jika kau ingin menjalani sebuah hubungan, maka menikahlah.”
Secara psikologis, kalau menginginkan sesuatu yang berbeda. Maka kita akan terperosok kedalam homoseksualitas. Jadi, jika berhenti dari penyimpangan yang sudah melampaui batas yang telah dilarang dalam Al-Qur’an dan agama-agama lainnya, pada akhirnya hal ini akan berhenti.
Lalu, bagaimana cara menyikapi LGBT? Apakah benar umat Islam harus memerangi orang LGBT?
Orang-orang seperti ini harus disikapi dengan tegas. Para pemerintah harus mengambil sebuah langkah dengan cara menempatkan mereka para kaum lesbian dan homoseksual di suatu tempat di sebuah pulau, kemudian mereka di terapi. Namun, jika Allah Swt. berkehendak membinasakan orang tersebut biarkanlah. Karena lebih baik jika disikapi sesegera mungkin daripada mendapat azab yang lebih pedih di neraka nanti.
Lukman menjelaskan bahwa menyikapi LGBT sama dengan menghadapi perbuatan haram lainnya seperti maksiat, minum-minuman keras, berjudi dan sebagainya. Umat Islam harus bisa membedakan antara perbuatan dan orangnya.
Kamis, 05 Januari 2023
Write by : Osama Indriyani mahasiswa UIN Suska jurusan BKI
Diterbitkan Kompas 1 Net : Redaksi