Kebersihan Sebagai Kunci Menghindari Wabah HFMD dan DBD

Kompas 1 Net- Pasien demam berdarah dengue (DBD) menjalani perawatan di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (8/3/2024). Kementerian Kesehatan RI mencatat hingga akhir Februari 2024, terdapat 15.977 kasus DBD dengan 124 kematian di seluruh wilayah Indonesia yaitu naik dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2023 yang terdapat 12.502 kasus dengan 101 kematian. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

Masyarakat diminta tetap menjaga kesehatan dan kebersihan. Di antaranya, dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta menerapkan etika batuk/bersin.

Pergerakan jutaan orang saat arus mudik maupun arus balik Lebaran 1445 Hijriah/2024 Masehi berpotensi memunculkan penularan penyakit. Sejak awal tahun ini, beberapa kasus penyakit menular menunjukkan tingkat eskalasi tingkat di beberapa daerah. Di antaranya penyakit tangan, kaki, dan mulut (hand, foot, and mouth disease/HFMD) dan demam berdarah dengue (DBD).

Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi penularannya. Meski penyakit HFMD jarang menyebabkan fatalitas namun memiliki kecepatan penularan yang tinggi khususnya pada bayi dan balita.

Tercatat, hampir 6.500 kasus HFMD hingga pekan ke-13 tahun 2024. Sebagian besar kasus terjadi pada usia anak, dan sebagian lainnya pada orang dewasa. Kasus HFMD terbanyak ada di Pulau Jawa, di antaranya Jawa Barat (2.119), disusul Banten (1.171) DI Yogyakarta (561), dan Jawa Tengah (464).

“Ada tren peningkatan, ditambah mudik dan libur panjang itu berpotensi terjadi peningkatan kasus flu Singapura,” jelas Juru Bicara Kemenkes RI dr. M Syahril di Jakarta, Senin (8/4/2024).

Pihak Kemenkes meminta masyarakat untuk tetap menjaga kesehatan dan kebersihan selama perjalanan dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta menerapkan etika batuk atau bersin. Selain itu, masyarakat diminta menghindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi.

Satu hal, penyakit HFMD ini kerap dianggap sama dengan flu Singapura. Mengingat kasus penyakit ini cukup banyak terjadi di negeri jiran tersebut.

Sebenarnya flu Singapura bukan penyakit yang disebabkan oleh virus influenza pada umumnya. Penyakit itu hanya sebutan yang salah kaprah oleh sebagian orang. Hanya karena kasus penyakit itu sempat mewabah di Singapura, beberapa orang menyebutnya sebagai flu Singapura. Padahal menurut Kementerian Kesehatan RI, kasus HFMD pertama kali muncul di Toronto, Kanada pada 1957.

Secara istilah yang benar, penyakit itu disebut hand foot mouth disease (HFMD) atau penyakit tangan kaki mulut (PTKM). Berbeda dari penyakit kaki dan mulut pada hewan ternak (FMD), penyakit HFMD atau ‘flu Singapura’ bukan disebabkan dari virus yang berasal dari hewan, melainkan ditularkan dari manusia ke manusia.

Menurut Guru Besar Kedokteran Universitas Indonesia, Profesor dr Tjandra Yoga Aditama, penyakit ini sebenarnya cukup sering ditemui pada anak dan bayi. Dijelaskan, penyakit ini memiliki masa inkubasi 3–7 hari ditandai dengan demam. Kemudian diikuti munculnya rash (ruam pada kulit) dan blister (benjolan kecil) di telapak kaki, tangan dan mukosa mulut, penderita cenderung tidak nafsu makan, malaise, dan nyeri pada tenggorokan.

“Biasanya, setelah satu atau dua hari demam, timbul keluhan nyeri di mulut dimulai dari blister sampai kemudian dapat menjadi mucus. Lesi dapat terjadi pada lidah, gusi, atau bagian dalam mulut lainnya,” jelas pria yang pernah menjabat Direktur Penyakit Menular pada 2018–2020 di World Health Organization (WHO)-South East Asia Regional Office (SEARO).

Tjandra mengatakan, HFMD bukanlah penyakit berat dan akan sembuh dalam 7 hingga 10 hari. Sementara itu, pengobatan hanya bersifat suportif. Penyebab HFMD adalah enterovirus secara umum, termasuk coxsackievirus A16, EV 71, dan echovirus.

Penyakit HFMD dapat ditularkan melalui kontak langsung, cairan hidung dan tenggorokan, saliva, cairan dari blister atau tinja pasien. Masa penularan paling tinggi pada minggu pertama terinfeksi. Tidak ada pencegahan khusus untuk HFMD, tetapi risiko tertular dapat diturunkan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), seperti cuci tangan pakai sabun (CTPS).

Pencegahan DBD

Mengenai pencegahan DBD, Kemenkes terus mengimbau para pemudik untuk tetap menjaga kebersihan di kampung halamannya untuk mengurangi risiko terjangkit penyakit menular tersebut. “Bila perlu sekalian melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di kampung halaman, mengerjakan kebiasaan baik supaya tidak tertular demam berdarah,” ujar Juru Bicara Kemenkes RI.

Kegiatan PSN itu amat dianjurkan dilakukan di wilayah dengan angka kasus DBD yang tinggi. Sebab, hingga pekan ke-14 tahun 2024 atau April ini, tercatat sebanyak 60.296 kasus demam berdarah di Indonesia dengan angka kematian sebanyak 455. Jumlah ini terus bertambah dari pekan-pekan sebelumnya.

Lima kabupaten/kota dengan kasus demam berdarah tertinggi tahun ini di antaranya Kabupaten Tangerang dengan 2.540 kasus, Kota Bandung 1.741 kasus, Kabupaten Bandung Barat 1,422 kasus, Kabupaten Lebak 1.326 kasus, dan Kota Depok 1.252 kasus

Sementara itu, kabupaten/kota dengan kematian DBD tertinggi pada 2024, di antaranya Kabupaten Bandung dengan 25 kematian, Kabupaten Jepara 21 kematian, Kabupaten Subang 18 kematian, Kabupaten Kendal 16 kematian, dan Kabupaten Bogor 13 kematian.

Penulis: Kristantyo Wisnubroto

Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari.

Dikutip dari laman Indonesia.go.id

Pos terkait