Babat alas mentaok dilakukan pada jaman Panembahan Senopati — dua kekuatan besar agama dan satria memimpin negara. Jadi masalahnya sekarang adalah ketiadaan pemimpin bangsa dan negara yang memiliki dua kekuatan dan kemampuan seperti Panembahan Senopati.
Demikian resume diskusi Tim GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) yang dipandu langsung oleh Eko Sriyanto Galgendu bersama Banthe Ditthi Sampano Ph.D, Kepala Sekolah Tinggi Agama Budha (STAB) Smaratungga, Boyolali yang berlanjut di Kawasan Candi Brobudur, Muntilan Jawa Tengah, Minggu, 25 September 2022.
Cita-cita GMRI mengidolakan pemimpin spiritual lahir dan hadir di Indonesia untuk mengawal dan mendampingi pemimpin bangsa dan negara Indonesia yang memiliki pemahaman dan kemampuan spiritual yang kuat serta mumpuni untuk dapat menyelamatkan bangsa dan negara Indonesia agar tidak jatuh terpuruk menjadi bangsa dan negara yang ambruk dalam segala bentuk, tak hanya ekonomi, tapi juga politik dan kebudayaan serta agama.
Landasan pemahaman peninggalan sejarah, budaya dan beragam kebesaran masa kejayaan suku bangsa Nusantara setidaknya sejak masa Syailendra, Prabu Siliwangi dan Dapunta Hyang Sri Jayanasa pada abad ke-7 di Nusantara.
Bangsa Indonesia wajar melupakan sejarah masa kejayaan suku bangsa Nusantara karena Indonesia baru lahir pada awal abad ke-19, bolehlah disebut sejak Soempah Pemoeda 1928, atau paling jauh semasa HOS. Tjokroaminoto yang menyebut zelfbestuur yang diterapkan HOS Tjokroaminoto.
Maka itu sejarah kejayaan suku bangsa Nusantara seperti Singosari, Pajajaran dan Sriwijaya hingga majapahit, memang akan tersesat diusut jika tidak dirunut sejak permulaan abad Masehi hingga abad ke-21. Karena 20 abad sejarah awal yang hilang itu, telah banyak menyesatkan bangsa Indonesia untuk memahami masa kejayaan suku bangsa Nusantara yang berada dalam posisi strategis dunia hingga menghasilkan rempah-rempah dan kekayaan alam yang membuat bangsa asing terus berdatangan ke Indonesia sampai hari ini.
Candi Brobudur sebagai kitab kehidupan yang mengungkap proses perjalan hidup manusia, memiliki nilai-nilai spiritual tinggi yang meliputi segenap aspek kehidupan. Mulai dari sejarah, filsafat, agama, etika dan estetika. Karena itu, maka UNESCO mengklaim Candi Brobudur sebagai warisan peradaban dunia yang tiada sandingannya di dunia.
Kepercayaan pada keberadaan surga dan neraka pun, merupakan kekayaan khazanah budaya bangsa. Segenap keyakinan dan kepercayaan itu pun — sebagai kekayaan yang dimiliki suku bangsa Nusantara — jelas sangat tergantung pada kejujuran dan pengakuan hati yang paling dalam, termasuk percaya adanya keyakinan dan kepercayaan yang beragam jumlahnya di Indonesia.
Jadi keyakinan dan kepercayaan terhadap adanya surga dan neraka itu merupakan kekayaan dalam khazanah spiritual yang tiada ada tandingannya bagi bangsa Indonesia. Karena hanya dalam keyakinan dan kepercayaan diri manusia itu tiada mampu dipaksa maupun dihalangi oleh siapapun. Sebab kepercayaan dan keyakinan itu berada dalam wilayah spiritual yang tak mungkin bisa diintervensi oleh orang lain. Maka itu, sikap bebas serta rasa merdeka manusia hanya ada dalam hati atau pemahaman dan laku spiritual atau religiusitas sosok manusia Indonesia yang memiliki kekayaan pengalaman dan kemampuan dari pemahaman laku spiritual.
Pemahaman tentang Satrio Pinandito itu pun, artinya bisa saja dimengerti semacam sosok seorang kesatria yang memimpin para tokoh agama. Maka itu, konsekuensi logis dari para tokoh dan pemuka agama yang dipimpin oleh seorang yang hanya memiliki sikap dan sifat kesatrja semata, maka para tokoh agama yang akan diatur oleh pemimpin negara. Padahal yang diidolakan rakyat Indonesia sekarang adalah adanya pemimpin negara yang mau dituntun oleh para tokoh dan pemuka agama, sehingga watak dan sikap pemimpim yang ideal itu adalah siapa saja yang mampu dan mau taat pada etika, moral dan akhlak mulia manusia sebagai makhluk Tuhan — yang bisa dipahami sebagai khalifatullah di muka bumi — adakah makhluk yang paling mulia yang diciptakan Allah SWT di bumi.
Artinya, sosok pemimpin bangsa Indonesia yang diidolakan untuk memimpin bangsa pada masa depan adalah siapa saja yang memiliki sikap dan watak Brahmana dan kesatria, maka dia adalah pemimpin yang diharapkan bisa mengarahkan usaha untuk membangun bangsa dan negara dengan watak dan sikap kesatria dan berjiwa Brahmana.
Hingga dengan begitu, tatanan etika, moral serta akhlak mulia manusia mampu memerangi kejahatan serta kemunafikan yang tengah melanda dunia bukan hanya Indonesia. Maka itu target capaian yang maksimal akan mampu diukur dan ditentukan atas posisi dari bangsa maupun negara Indonesia untuk menjadi pemimpin dunia di masa depan. Jika tidak, maka selamanya warga bangsa dan negara Indonesia akan terus jadi pengekor belaka.
Brobudur, 25 September 2022.
Diterbitkan Kompas 1 Net.