MERANGIN JAMBI,Kompas 1 net .
Dugaan keterlibatan oknum Kepala Desa (Kades) Rantau Panjang, Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin, Jambi, dalam aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) mencuat ke permukaan.
Kades bernama Supni Aldi itu disebut-sebut menggunakan alat berat excavator merk Sumitomo untuk kegiatan tambang emas ilegal di wilayah desanya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh media ini di lapangan, pada Hari Minggu 26/10/2025. sejumlah warga mengungkapkan bahwa excavator tersebut sebelumnya digunakan untuk kegiatan program ketahanan pangan desa. Namun, usai kegiatan tersebut, alat berat itu diduga kembali dioperasikan untuk aktivitas PETI yang berlokasi di kawasan Sungai Mengkarang, Desa Rantau Panjang.
“Iya, alat itu awalnya buat ketahanan pangan. Tapi belakangan malah dipakai untuk nambang emas di sungai. Semua orang di sini tahu, itu alat dari desa,” ujar salah satu warga setempat yang enggan disebutkan namanya.
Dugaan penyalahgunaan aset desa untuk kepentingan ilegal ini menuai keprihatinan masyarakat. Warga pun berharap aparat penegak hukum segera turun tangan dan melakukan pengecekan langsung ke lapangan. Bila benar terbukti, masyarakat meminta agar Kades Supni Aldi diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Kalau benar Kades terlibat dan memakai alat desa untuk PETI, harus diusut tuntas. Ini jelas pelanggaran,” tegas salah satu tokoh masyarakat Muara Siau.
Sebelumnya, Bupati Merangin H. M. Syukur, SH, MH telah secara tegas mengeluarkan surat edaran larangan keterlibatan aparatur desa dalam aktivitas PETI. Dalam surat itu disebutkan, seluruh Kades, BPD, dan perangkat desa dilarang keras terlibat atau memfasilitasi penambangan emas tanpa izin di wilayah hukum Kabupaten Merangin.
Bupati juga menegaskan bahwa siapa pun yang melanggar akan dikenakan sanksi tegas dan ditindaklanjuti melalui aparat penegak hukum. Namun, fakta di lapangan menunjukkan masih ada sejumlah oknum kepala desa yang diduga membandel dan mengabaikan instruksi Bupati tersebut.
Kasus ini kembali menjadi sorotan publik karena dianggap mencoreng nama baik pemerintahan desa dan merusak lingkungan akibat aktivitas tambang ilegal yang tidak terkendali.
Jon Putra, Kompas 1 net melaporkan

















