Pekanbaru| Kompas 1 Net – Adanya syarat RSPO (Roundtable Sustainability Palm Oil) atau ISPO menjanjikan kesejaheraan pada masyarakat lokal dimana perusahaan beroperasi.
Namun karena tak pernah di cek ke lapangan oleh pemerintah pusat dan daerah, yang terjadi justru kemiskinan plus kerusakan lingkungan.
Hal itu dikemukakan pakar lingkungan hidup Dr.Elviriadi kepada media ini Rabu siang (20/4).
“RSPO atau ISPO kebun sawit ini bukan main lagi menjanjikan kebaikan kebaikan kepada penduduk setempat. Namun nyata apa? Tambah melarat, lingkungan hidup porak poranda. Perusahaan sawit yang kaya raya, ” sindir peneliti pada “Society of Ethnobiology” itu.
Kepala Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI itu menyayangkan Jargon 3P yang digemborkan hanya pepesan kosong.
“3 P itu Profit, Planet dan People. Yang ada hanya profit. Setiap Daerah Aliran Sungai yang terkena HGU yang pakai RSPO atau ISPO airnya menyusut, jenis jenis ikan sumber mata pencaharian masyarakat adat lenyap. Banjir datang akibat kawasan tangkapan air tak tersedia, ” ujar tenaga pengajar UIN Suska.
Elviriadi meminta Kementerian ATR-BPN, KLHK, Kanwil BPN, dan Pemkab lebih memperhatikan fakta lapangan.
“Jangan cepat terbuai dengan bahasa bahasa lipservice RSPO/ISPO itu, lihatlah pada kenyataannya. Dari jalan raya aja dah nampak kerusakan yang ditimbulkan. Makanya masyarakat adat menggugat daripada melarat, ” bebernya.
Akademisi yang kerap saksi ahli di pengadilan ini berjanji akan mendampingi masyarakat adat untuk menggugat lipservise RSPO.
“Ini batin Sengeri Kecamatan Pangkalan Kuras Pelalawan sedang gugat PT.Bratasena. Masyarakat adat lain seluruh Riau dan nasional akan lakukan gugat juga. Mari berdebat dan buktikan dimuka pengadilan. Kalau tak gitu, alamat melarat dan kering sungai-lah. Kepunan nak makan ikan tapah-arwana. Kepunan telouw temakol arwana-lah, Wak! Pungkas pengurus Muhammadiyah yang rela gundul demi hutan.***
Redaksi.