Di RDP, M Nasir Sebut PT Salim di Riau Bandel dan Tukang Tipu-tipu, Garap Lahan 25 Ribu Hektare, Ngakunya 5 Ribu Hektare

Anggota DPR RI Komisi VII dari Dapil Riau, Muhammad Nasir. (foto: cuplikan parlemen tv)

 

Bacaan Lainnya

JAKARTAAnggota DPR RI Komisi VII dari Dapil Riau, Muhammad Nasir mengungkapkan bahwa PT Salim yang memiliki kebun di Riau adalah perusahaan bandel dan tukang tipu – tipu

Hal itu diungkapkan M Nasir saat Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian RI, Putu Juli Ardika dan 10 perusahaan produsen, beberapa waktu lalu.

Karena itu, Nasir meminta aparat hukum baik kepolisian, jaksa dan komisi pemberantasan korupsi (KPK) memeriksa perusahaan tersebut.

”Salim ini perusahaan bandel dan tukang tipu-tipu. Saya pernah jumpai lahannya di Sungai Akar Riau hanya 5.000 hektare tapi yang ditanam 25 ribu. Pas ditanya, jawabannya, salah tanam,” ujarnya.

Rekaman rapat dengar pendapat yang juga disiarkan parlemen tv dan disiarkan secara langsung itu, juga dibagikan di berbagai media sosial.

Pada kesempatan itu, Nasir menceritakan pernah berkunjung ke lahan PT Salim yang ngakunya 5.000 hektare, tapi setelah satu jam perjalanan, baru setengah luas kebun yang bisa dijelajahi. Artinya, lahannya lebih luas dari 5.000 hektare.

Pada kesempatan itu, Nasir mengusulkan agar DPR RI membentuk untuk pendalaman terkait minyak goreng dan kelapa sawit ini.

Selain itu, Nasir juga mencecar Putu dan sejumlah dirut dari perusahaan produsen minyak goreng yang hadir, termasuk PT Wilmar.

Kalau enggak ada masalah nggak mungkin dipanggil ke sini, dan nggak mungkin kejaksaan nangkap salah satu perusahaan. Oh menteri perdagangan kemarin ini dicopot karena prosesnya seperti itu sih,” sindir Nasir, dalam RDP Komisi VII DPR RI, Selasa (13/9/2022).

“Kami minta pemerintah dan perusahaan ini jangan bohong-bohong. Ini untuk kesejahteraan masyarakat. CPO kita banyak yang tidak terlaporkan,” tegas politikus Partai Demokrat itu.

Bahkan, menurut Nasir, hari ini jika harga minyak dilabel harga Rp3.000 hingga Rp5.000 bisa. “Sangat bisa karena jumlah CPO kita banyak dan tidak terlaporkan. Bahkan saya ini hafal banyak perusahaan sawit di Riau itu bohong-bohong semua, contohnya PT Wilmar,” tegasnya.

Nasir juga mengusulkan segera dibentuk panja untuk mengatasi permasalahan minyak goreng ini.

“Kami minta data penyuplai minyak goreng, lalu jumlah luasan lahan dan hasil produksi, berapa jumlah produksi yang dihasilkan dari luasan lahan tersebut,” ujar Nasir lagi.

Panja ini bisa merubah harga BBM. Kita tahu masyarakat kesusahan, ekonomi belum stabil, kami harap Jokowi bisa mengatasi ini,” lanjutnya.

Nasir mengusulkan agar panja ini bisa diisi dari Komisi IV dan III digabung untuk transparansi data, dan jika perlu memasukkan komisi 11 untuk masalah pajaknya.

Sementara itu, perwakilan dari PT Wilmar menegaskan bahwa persediaan minyak goreng di pasar kini sudah terpenuhi.

“Sejak kebijakan DMO DPO dicabut per 16 Maret, di pasar sudah banjir. Jadi sampai 30 Maret kami monitor di pasar itu masih ada di mana-mana. Progam yang sekarang ditangani dirjen di Kemenperin itu ada di mana-mana, bahkan kita kesulitan menjual karena tangki-tangki kita penuh,” pungkasnya. ***

 

 

 

 

 

Artikel ini sudah tayang di Go Riau.com.

Pos terkait