Jakarta – Kalimantan Selatan (Kalsel) memiliki sumber daya alam yang sangat kaya. Daerah ini terkenal dengan penghasil batubara dan kelapa sawit yang banyak.
Namun, ditengah berlimpahnya kekayaan alam, ternyata Kalsel memiliki banyak kasus hukum yang masih belum terungkap dan masih menjadi misteri di kalangan masyarakat.
Untuk memecahkan persoalan ini, Prof. Denny Indrayana, putra kelahiran Kalimantan Selatan tepatnya di Pulau Laut, Kota Baru, menyatakan dengan tegas jika ada persoalan yang belum terpecahkan di daerah kelahirannya.
Dalam diskusi yang digelar melalui zoom meeting, Senin, 6 Juni 2022 pakar hukum yang juga mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, tahun 2011 hingga 2014 menegaskan jika persoalan di tanah kelahirannya karena ulah oknum aparat yang berpihak kepada oligarki.
Dari negara bagian Australia, Denny memaparkan bagaimana kayanya alam Kalimantan Selatan, namun berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat yang berada di wilayah tersebut, yang masih memiliki standar kehidupan dibawah rata-rata.
Dalam pemaparannya Denny mengatakan jika persoalan yang terjadi di Kalsel seperti penyerobotan tanah yang berakibatkan terjadinya pembunuhan lebih disebabkan oleh lemahnya penanganan aparat hukum. Dirinya dengan berani mengatakan jika ada oknum penegak hukum yang melindungi para oligarki melakukan tindakan semena-mena, hingga merebut secara paksa hak warga.
“Banyak yang bercokol oknum-oknum penegak hukum yang melakukan perlindungan terhadap para mafia hukum di daerah itu,” ungkap Denny.
Adanya aparat-aparat yang harusnya menegakkan hukum menjadi orang yang memperjual belikan keadilan dan menjadi mafia hukum.
Bisnis Hostile Acquisition
“Jadi ini praktek mafioso, sebagai mana praktek mafioso ia akan menjangkiti banyak aspek ada di oknum kepolisian, oknum kejaksaan , lembaga peradilan dan ada di oknum advokad bahkan di oknum perguruan tinggi, yang pada saat bersaksi pendapatnya ini tergantung pendapatan,” jelas Denny Indrayana.
Pada level terendah juga mencakup kepada panitra bahkan sampai mencakup profesi premanisme, debkolektor dan sebagainya. Dimana hukum itu menjadi komoditas. Praktek- praktek hukum berpilin dengan kekuasaan dan politik uang.
“Jadi ada oligarki yang koruktif. Tapi kita juga harus dengan fair mengatakan ada oligarki yang bersifat positif dan menghadirkan dampak yang baik dan membawa kemaslahatan kepada orang banyak,” jelasnya.
Namun oligarki yang korupktif akan menghalalkan segala cara seperti menyerobot lahan warga, mengkalim tanah warga, mengambil izin orang bahkan membunuh. Tidak sedikit pebisnis yang dikriminalisasi.
“Ini modus bisnis orang kemudian direbut dengan cara megkriminalisasikan lawan bisnisnya itu. Nah ini modus-modus yang tidak fear , dalam bahasa bisnis koorporasi disebut ‘Hostile acquisition’ merebut hak orang secara paksa dengan cara mengkriminalkan. Mengkriminalkan orang itu menggunakan tangan-tangan penegak hukum. Kenapa bisa begitu? Lagi- lagi ada uang yang dialirkan,” terangnya.
Diskusi ini pun akhirnya menyerempet ke persoalan yang dihadapi oleh pengusaha muda Mardani H. Maming.
Profesor Hukum ini mengatakan perlu dilihat secara utuh, detil, menyeluruh dan tidak terpengaruh dengan pemberitaan yang beredar di media.
“Apakah ini ada semacam indikasi atau semacam kriminalisasi dari pihak PT Jhonlin atau perusahaan milik Haji Isam, itu tidak cukup karena harus melalui proses pembuktian, ditelisik secara serius didalami,” kata pria yang mengaku sebagai korban kriminalisasi ini.**