Wisatawan tengah mengunjungi Desa Jatiluwih, Bali. ANTARA/HO-Kemenparekraf Jatiluwih dan Wukirsari, dua desa wisata di Indonesia, menyabet predikat Desa Wisata Terbaik Dunia 2024 versi UN Tourism.
Kompas 1 net | Sukses yang diraih kedua desa wisata itu dalam kancah bisnis turisme internasional sekaligus membuktikan bahwa kemajuan ekonomi dapat berjalan seiring dengan pelestarian budaya dan lingkungan.
Jarak antara Jatiluwih di Bali dan Wukirsari di Yogyakarta, sekitar 724,2 Km. Meski jauh terpisah, keduanya punya satu kesamaan. Yakni, terpilih dan dinobatkan sebagai Best Tourism Villages 2024 oleh Organisasi Pariwisata Dunia yang dinaungi Perserikatan Bangsa-Bangsa, United Nations (UN) Tourism.
Penghargaan bergengsi yang diumumkan pada Jumat, 15 November 2024, itu menjadikan Indonesia dalam sorotan dunia melalui keindahan dan kearifan lokal desa wisata. Saat yang sama, sekaligus menempatkan Indonesia di peta global sebagai negara yang berhasil memadukan pariwisata dengan pemberdayaan masyarakat dan pelestarian budaya.
Merujuk situs resmi UN Tourism, yang dilihat redaksi www.indonesia.go.id pada Minggu (17/11/2024), 55 desa wisata terbaik dunia itu dipilih dari 260 aplikasi yang telah masuk. Desa-desa wisata itu diajukan oleh lebih dari 60 negara anggota UN Tourism.Setelah dilakukan proses seleksi, akhirnya terpilih 55 Best Tourism Villages by UN Tourism 2024, di mana dua desa wisata dari Indonesia terpilih di dalamnya. “Pariwisata adalah alat vital untuk memberdayakan masyarakat pedesaan untuk melindungi dan menghargai warisan budaya mereka yang kaya, sekaligus mendorong pembangunan yang berkelanjutan,” ujar Sekjen UN Tourism (UNWTO) Zurab Pololikashvili.
Banyak Keunggulan
Desa Wisata Jatiluwih Kecamatan Penebal, Tabanan, Bali, terkenal dengan sawah terasering yang merupakan bagian dari sistem Subak, warisan budaya dunia UNESCO. Pengelola desa berhasil memanfaatkan keunikan ini untuk menarik wisatawan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Sementara itu, Desa Wisata Wukirsari di Kepanewon atau Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi DIY menawarkan daya tarik yang berbeda. Desa ini memiliki kekayaan budaya dan tempat wisata di antaranya Embung Imogiri, yang berbentuk seperti gunungan wayang. Ada pula tempat wisata panorama, salah satunya Bukit Bego.
Wukirsari juga dikenal sebagai pusat seni batik tradisional dan kerajinan tangan seperti topeng kayu. Penghargaan dari UN Tourism semakin memperkuat posisinya sebagai destinasi unggulan yang memadukan seni, budaya, dan pariwisata.
Alternatif Wisata Modern
Konsep wisata desa di Indonesia mulai digalakkan pada awal 2000-an sebagai upaya untuk mengembangkan ekonomi pedesaan. Kementerian Pariwisata kala itu mencanangkan program Desa Wisata sebagai solusi untuk mengatasi ketimpangan pembangunan antara kota dan desa. Potensi desa yang kaya akan budaya, tradisi, serta alam dijadikan daya tarik utama untuk wisatawan domestik maupun internasional.
Wisata desa dirancang untuk memberdayakan masyarakat lokal melalui pariwisata berkelanjutan. Dengan melibatkan masyarakat sebagai pengelola, pendapatan dari wisata langsung dirasakan oleh warga desa, yang sekaligus menjaga agar tradisi dan warisan lokal tetap lestari.
Keindahan alam Indonesia yang melimpah, ditambah dengan kekayaan budaya dari Sabang hingga Merauke, menjadi fondasi utama pengembangan wisata desa. Desa-desa ini menawarkan pengalaman yang berbeda dari wisata perkotaan, seperti pemandangan sawah terasering di Jatiluwih atau seni batik dan kerajinan di Wukirsari. Dengan berfokus pada pengalaman autentik, wisata desa menarik wisatawan yang mencari alternatif dari wisata modern yang homogen.
Selain itu, wisata desa juga menjadi alat penting untuk melestarikan budaya. Dengan adanya kunjungan wisatawan, seni tradisional seperti gamelan, tari, dan kerajinan tangan kembali mendapat perhatian. Ini tidak hanya meningkatkan perekonomian lokal, tetapi juga memperkuat identitas budaya yang hampir punah.
Progres Wisata Desa
Seiring waktu, konsep wisata desa terus berkembang. Menurut data Kementerian Pariwisata, pada 2024 terdapat lebih dari 2.000 desa wisata yang tersebar di seluruh Indonesia. Setiap desa memiliki ciri khas dan keunikannya masing-masing, dari keindahan alam, kuliner, hingga seni tradisional.
Meskipun wisata desa telah mencapai banyak kemajuan, tantangan tetap ada. Infrastruktur yang belum memadai di beberapa desa, aksesibilitas yang sulit, serta tantangan dalam menjaga keseimbangan antara pengembangan wisata dan pelestarian lingkungan menjadi isu yang harus diatasi.
Namun, penghargaan internasional untuk Desa Wisata Jatiluwih dan Wukirsari menunjukkan bahwa dengan pengelolaan yang tepat, desa-desa di Indonesia mampu bersaing di panggung dunia. Sekjen UN Tourism, Zurab Pololikashvili, menegaskan bahwa pariwisata desa adalah alat transformasi yang efektif, memberikan pemberdayaan dan kesejahteraan bagi masyarakat lokal.
“Kami merayakan desa-desa yang berhasil memanfaatkan pariwisata sebagai jalan untuk menuju pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat. Ini menunjukkan bahwa praktik pariwisata berkelanjutan dapat membawa masa depan yang lebih cerah bagi semua orang,” imbuh Zurab.
Dengan meningkatnya minat terhadap pariwisata berkelanjutan, masa depan wisata desa di Indonesia terlihat cerah. Pemerintah terus mendorong pengembangan desa wisata baru, sambil meningkatkan kualitas desa wisata yang sudah ada. Selain itu, penghargaan internasional seperti Best Tourism Villages membuka peluang untuk promosi global yang lebih luas.
Desa wisata bukan sekadar destinasi; mereka adalah bukti bahwa kemajuan ekonomi dapat berjalan seiring dengan pelestarian budaya dan lingkungan. Melalui wisata desa, Indonesia tidak hanya menawarkan keindahan alamnya, tetapi juga memperlihatkan jiwa dan semangat masyarakatnya kepada dunia.
Berikut daftar 55 desa wisata terbaik dunia 2024 (urut alfabet):1. Abo Noghta Castles & Historic Tabab, Arab Saudi2. Abu Ghosoun, Mesir3. Aínsa, Spanyol4. Amagi, Jepang5. Anogeia, Yunani6. Azheke, China7. Bo Suak, Thailand8. Capulálpam de Méndez, Meksiko9. Caviahue-Copahue, Argentina10. Cuatro Ciénegas de Carranza, Meksiko11. El Tambo, Ekuador12. El Valle de Antón, Panama13. Esfahak, Republik Islam Iran14. Gaiman, Argentina15. Gharb Suhayl, Mesir16. Grand Baie, Mauritius17. Guanyang, China18. Huancaya, Peru19. Jardín, Kolombia20. Jatiluwih, Indonesia21. Kalopanagiotis, Siprus22. Leymebamba, Peru23. Mindo, Ekuador24. Mura, Spanyol25. Nishikawa, Jepang26. Óbidos, Portugal27. Ormana, Türki28. Palizada, Meksiko29. Pissouri, Siprus30. Portobelo, Panama31. Pueblo de Maras, Peru32. Quinua, Peru33. Ralco, Chile34. Roches Noires, Mauritius35. Romoos, Swiss36. Ruboni, Uganda37. San Casciano dei Bagni, Italia38. San Juan del Obispo, Guatemala39. San Rafael de la Laguna, Ekuador40. Santa Cruz da Graciosa, Portugal41. Shibadong, China42. Sibayo, Peru43. Splügen, Swiss44. St. Johann in Tirol, Austria45. Taoping, China46. Tra Que Vegetable Village, Vietnam47. Trevelin, Argentina48. Uaxactún, Guatemala49. Urych, Ukraina50. Villa Tulumba, Argentina51. Vorokhta, Ukraina52. Wukirsari, Indonesia53. Xiaogang, China54. Xitou, China55. Yandunjiao, China
Penulis : Dwitri WaluyoRedaktur: Ratna Nuraini/Taofiq Rauf
sumber : Indonesia.go.id