Jakarta, Kompas 1 net – Suasana depan Istana Negara Republik Indonesia, Rabu (24/9/2025), mendadak tegang dan menjadi perhatian. Ratusan massa yang tergabung dalam Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) bersama para petani dari berbagai daerah, turun ke jalan memperingati Hari Tani Nasional (HTN) ke-65 dengan cara yang mengejutkan, aksi cor badan tepat di depan istana presiden republik Indonesia.
Aksi petani salah satunya dari Riau dan Provinsi Jambi tersebut, bukan sekadar seremonial, melainkan teriakan lantang atas derita panjang para petani yang tanahnya dirampas, hidupnya ditindas, dan suaranya sering dibungkam.
Dari barisan massa, tampak petani asal Riau dan Jambi yang membawa langsung kasus konflik agraria di Sungai Raya dan Sekip Hilir, Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), melawan pengusaha hiburan malam asal Pekanbaru, Dedi Handoko Alimin, pemilik PT Sinar Belilas Perkasa (SBP).
Jumlah massa kian membengkak, Aliansi dari berbagai provinsi di tanah air bergabung, mengibarkan spanduk, mengumandangkan yel-yel, dan membacakan tuntutan. Suasana semakin dramatis saat 10 orang peserta aksi dengan berani mencor tubuhnya sendiri, simbol perlawanan atas kekuasaan modal yang terus menindas rakyat kecil.
Dalam orasinya, Ketua Umum LMND, Muh Isnain Mukadar (Wale), menegaskan bahwa peringatan HTN tahun ini justru memperlihatkan jurang lebar antara cita-cita reforma agraria dengan kenyataan di lapangan.
“Alih-alih menjalankan amanat UUPA 1960 dan Pasal 33 UUD 1945, negara justru terjebak pada kepentingan korporat asing dan oligarki nasional. Tanah, air, dan kekayaan alam kita terus dieksploitasi demi segelintir orang,” tegas Wale.
Wale menambahkan, krisis agraria kini sudah masuk tahap darurat nasional. Bukan sekadar konflik lokal, melainkan masalah struktural yang mencerminkan ketimpangan penguasaan lahan, perampasan tanah, tumpang tindih izin, hingga kriminalisasi petani dan masyarakat adat.
Senada dengan itu, Agung Trianto, Wakil Ketua Umum EN-LMND, mengobarkan semangat massa. “Hari ini kita tidak hanya mengenang sejarah. Kita hadir untuk membangkitkan kembali perlawanan rakyat tani. Masih ada petani yang diintimidasi, direpresi, bahkan kehilangan tanahnya sendiri. Kita tidak boleh diam. Kita harus membangun persatuan nasional untuk melawan segala bentuk penindasan!” teriak Agung disambut sorak sorai peserta aksi.
Dari Riau, suara lantang juga datang dari Aliansi Masyarakat Menuntut Keadilan (AMUK) yang dipimpin Andi Irawan. Mereka menyampaikan konflik agraria di Sungai Raya dan Sekip Hilir, di mana petani setempat dikriminalisasi oleh aparat hukum demi kepentingan perusahaan PT SBP milik Dedi Handoko Alimin.
“Sejak 1994, masyarakat sudah memiliki surat tanah. Tapi Dedi Handoko Alimin bersama PT SBP justru melakukan kriminalisasi. Petani dipanggil-panggil polisi dari Polda Riau, ditakut-takuti, seolah-olah mereka penjahat di atas tanah mereka sendiri,” tegas Andi.
Aksi yang berlangsung berjam-jam itu menjadi simbol perlawanan baru. Sebelum menutup orasi, Agung menegaskan sikap LMND, “Kami akan terus berdiri di garis massa bersama rakyat. Melawan keserakahan korporat, melawan aparat represif, memperjuangkan persatuan nasional, sampai reforma agraria sejati benar-benar terwujud di bumi Indonesia,” kata Agung.
Demonstrasi di depan istana, bukan sekadar peringatan Hari Tani. Tapi telah berubah menjadi panggung perlawanan, di mana petani dan mahasiswa bersatu menantang kekuasaan yang abai pada penderitaan rakyat. **
Jaya: Kompas1net Inhu, Melaporkan