Oleh: Zunnur Roin. Pendiri BARU.ID (Barisan Perubahan Indonesia); Pembina Bakti Jaga Riau (TIGAJARI)
Tahapan kampanye telah dilalui, Pilkada Rohil menghitung hari. Nuansa keberlanjutan terasa sekali, titik kampanye yang di datangi pasangan ASSET (Afrizal-Setiawan) melebihi energi petahana pada umumnya. Tim ASSET betul-betul menjajaki seluruh penjuru Rohil untuk menyampaikan niat baik mereka sekaligus mengantisipasi deruan Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam yang di serukan rivalnya.
Hal tersebut tak terlepas dari pembelahan politik yang secara alamiah terjadi akibat peta koalisi di Pilkada Rohil tahun ini. Terdapat dua pasangan calon, yang secara garis besar hasil dari peleburan koalisi di Pilkada 2020 yang lalu. Warna koalisi juga tergambarkan dari figur-figur Calon pilkada 2020 yang kalah dan kembali beraksi sebagai pentolan masing-masing tim. Sebut saja Asri Auzar, Fuad Ahmad, Cutra Andika menjadi benteng untuk pasangan Bijak (BIstaman dan Jhony Charles). Sementara pada pasangan ASSET, Jamiludin yang merupakan ketua DPC PDIP Perjuangan Rokan Hilir menyatu menghormati putusan Partai, di topang oleh pentolan-pentolan lainnya seperti Syafrudin Iput, Dodi Syahputra dan Edison Jamil serta nama-nama besar lainnya, termasuk kerabat sedarah pasangan Bijak.
Di usung oleh partai utama Nasdem,PAN dan PKB, Bistamam dan Jhony Charles menaruh harapan asa perubahan bisa mereka raih. Sebuah narasi yang indah di kata rapuh di rasa, dangkal pengetahuan dan menolak realitas sistem tata kelola birokrasi pemerintahan yang berbasis pada Rencana Pembangunan Jangka Pendek, Menengah dan Panjang. Bahkan berusaha melupakan karakter politik Pemerintah Pusat era Prabowo yang menginginkan irama pemerintahan baru, berlandaskan pada keselarasan program yang linear.
Lalu kemudian berusaha menanggalkan nurani untuk mengakui realitas era pemerintahan Afrizal Sintong-Sulaiman sebagai penuai hasil kinerja pemerintah-pemerintah sebelumnya. Alamak, 3,5 tahun Afrizal Sintong harus mempertimbangkan pilihan untuk pro rakyat atau pro terhadap kehendak dan selera kawan seperjuangan yang ngawur dengan model dan pola perlawanan yang usang. Alhasil afrizal sintong berdiri tegak, menghadapinya lalu merintis jalan politik kerakyatannya secara pantas. Demi dan untuk rakyat banyak.
Sepanjang waktu berlalu, yang tampak hanyalah kebencian, sebuah gerakan yang mengandung rasa sakit hati. Wara wiri dengan spirit kosong, hasrat kuasa yang melampaui kapasitas sistemik sebagai calon pemimpin daerah, yang pada akhirnya akan tunduk pada lika-liku birokrasi mengurus daerah, akan takluk pada kehendak politik orang-orang jakarta. Umpama kata, surplus semangat defisit gagasan. Menggadaikan integritas dengan pendekatan polarisasi. Menjual harapan yang sebenarnya bisa dilakukan apabila tidak menjabat.
Tuan, yang penulis rasakan lebih sakit jika kita berdebat tentang politik kerakyatan. Tunduklah kita pada diri sendiri, mari kita berbesar hati untuk membincang rohil lebih baik. Perubahan telah ditancapkan, kita perlu menata mozaik persatuan untuk menatap regenerasi kepemimpinan secara terukur dan teratur.
Syahdan, setiap masa ada pemimpinnya, setiap pemimpin ada masanya. Politik menyediakan ruang gerak bagi siapapun dan jalurnya disiapkan secara terbuka, sportifitas dalam politik menjadi penentu kualitas politisi. Kualitas politisi menjadi pintu pembuka niat dan maksud baik bisa terwujud. Demikian adalah siklus politik yang tidak bisa dilakukan oleh orang-orang yang tak bijak.
Akhirnya, penulis berkeyakinan masyarakat Rokan Hilir akan menemukan takdir terbaiknya. Yaitu, Terpilihnya pemimpin pada zamannya sebagai hikmah menuju lebih baik.