Pekanbaru, Kompas 1 net – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto mengungkapkan, ratusan desa di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, terdampak bencana banjir besar yang melanda dalam beberapa hari terakhir. Bahkan, sejumlah desa dilaporkan hilang setelah berubah menjadi alur sungai akibat derasnya arus air. Kayu gelondongan berhamburan keluar dari hutan di bawa air hujan.
Bencana tersebut tercatat terbesar sepanjang sejarah pulau Sumatera.
Menyikapi itu, pakar lingkungan Dr Elviriadi menilai ada yang salah dalam managemen kehutanan.
“Dimata orang orang berkuasa dan didukung oleh ilmuan, hutan itu sumber uang. Ini yamg keliru besar. Makanya, hutan wajib digunduli, tak punya arti lain selain nilai ekonomi, ” ujar Alumni UKM Malaysia.
Akademisi yang kerap jadi ahli di pengadilan itu menegaskan pemberi izin harus bertanggung jawab.
“Musibah yang menimpa saudara kita di Sumbar, Aceh dan Sumut itu jelas bukan faktor cuaca dan curah hujan. Itu faktor pemberian izin penebangan hutan kepada pengusaha melebihi daya dukung lingkungan,”ucapnya.
Elviriadi mendesak DPR RI dan pihak yang berwenang meminta pertanggung jawaban pemberi izin.
“Publik khususnya di Pulau Sumatera ini jelas menuntut tanggung jawab kementerian terkait. Banjir yang terjadi menunjukkan eksploitasi alam secara membabi buta sehingga rakyat jadi tumbal,”bebernya.
Ia menilai, sudah seharusnya ada evaluasi sampai pada pencabutan izin sejumlah korporasi.
“Sejatinya ada pencabutan izin izin korporasi hitam penjarah hutan Sumatera. Hal itu sudah diingatkan masyarakat maupun NGO (LSM Lingkungan) sejak puluhan tahun silam. Namun diabaikan, ini lah akibatnya. Ketahuanlah bahwa managemen kehutanan kita tanpa pertimbangan ilmu pengetahuan melainkan mendewakan konglomerat dan cukong perusak ekosistem, ” pungkas peneliti gambut yang ikhlas gundul permanen demi hutan tropis.***
Editor: Redaksi

















