Mendalami Thomas Kuhn, “Benih” ASEAN University International” bermula dari sebuah kolej yang membuka pengajian diploma Pengurusan, hukum bisnis dan TOEFL di bawah seliaan Dr. Suhendar.
Dalam rentangan tahun yang tak lama, spirit “the structure of scientific revolution” Kuhn bergema merentasi “Explomo Technical Services Singapura, Corporate Law, International Hospitality dan serangkaian kejutan peradaban akademik
Maka, pada 11 March 2019 berdirilah dengan gagah ASEAN University International Malaysia (AUIM). Al-Khalifa Business School (London) dan ALFA University College (Malaysia) jatuh hati dan bersepakat membina “rumah tangga” yang berteraskan shift paradigma dan tranformasi metodologis.
Profesor Suhendar, sang pengasas AIUM banyak berguru dan menangguk inspirasi dari seorang tokoh yang bernama Mama Bakrie Sadeng.
Apatahlagi sejak ia berkenalan dengan Prof Zamri bin Jaafar dan Raudl Bahar Bakrie, talenta dan semangat Prof Suhendar menjadi jadi. Bak bertemu buku dengan ruas.
Asean University Internasional (AUI) berupaya menjaga (ri’ayah) Tiga Tungku Tamadun Dunia.
Prof Suhendar, berdiri diantara penghayatan shiroh Nabawwiyah dan revolusi ilmiah Kuhn. Nyalakan lampu Islam dengan Ilmu Syariah, Gemuruhkan Kemajuan melalui Ekonomi dan Bisnis sebagaimana awal kehidupan Nabi Muhammad Saw, lalu tegakkan ilmu hukum supaya keadilan wujud
Tiga tungku Ilmu Agama, Bisnis dan Hukum dijadikan satu tarikan nafas dengan revolusi jarak belajar melalui online. Bukankah Era globalisasi kita tidak lagi disekat oleh sebarang Jarak, negara, geografi dan samudra? Mungkin dalam hati Prof Zamrie, untuk apa kita bersusah susah lantaran halangan space dan entiti, sedang globalisasi zaman telah memperhubungkan pendidikan dengan mudah?.
Bagi AUIM, seorang menjadi profesor tidaklah harus menunggu lama dalam kungkungan artificial akademik yang serba formaliti. Ilmu dan akhlak tidak serta merta tunduk kepada arahan bos kuasa kuasa besar akademia Barat, yang menaja Scoopus Journal dan patuh pada kriteria dan indeks kuantitatif sekuleristik. Seorang ilmuan adalah cendikiawan yang rapat dengan perjuangan nasib umat. Disini AUIM, mendobrak sekaligus mempelopori Anjuran Kuhn, bahwa Revolusi scientific adalah syarat pertumbuhan ilmu pengetahuan.
Hari hari ini kita telah dinina bobokkan dengan ilmuan ilmuan menara gading yang tak ada kena mengena langsung dengan masalah masalah Des solen. Akademia di peringkat universiti, profesor profesor sibuk dengan KPI (Key Performance Indicator) yang memburu pangkat tetapi menjadi asing (alienasi) ditengah pertentangan dan keadilan serta kemerosotan umat.
Prof Suhendar selalu ingat pada nasihat Gurunya KH.Mama Bakrie Sadeng, bahwa ilmuan yang lemah tauhidnya, dapat terjerembab ke dalam kubangan pseudo ilmiah. Mereka merasa ilmuan, padahal tengah membuat jalan yang berasingan dengan Tamadun yang dikehendaki Allah dan Rasul Saw. Bahkan Imam Al Ghozali mengkuatirkan, jika muncul gejala ulama suu’ dan cendikiawan hedonis yang mendiamkan kezaliman tanpa ijtihad mencegahnya.
Justru mengingat peranan sarjana modern dalam balutan Tauhid, ilmu hukum dan bisnis yang memuliakan akhlak manusia, AIUM terus menjalin kerjasama dengan 35 negara. Menerima akreditasi dari negara negara maju, sambil memperkasakan generasi Qurani dan para Hafiz Alquran. Integrasi ilmu Islam dalam kecambah pengetahuan modern, yang didayung peneraju AIUM mengingatkan umat Islam pada Cordova. Sebuah negeri ilmu pengetahuan yang mencengangkan dunia. Yang melahirkan Ibnu Cina, Ibnu Rusyd, Alkindi Alghozali hingga Sayyid Naquib al Attas untuk generasi akhir.
Saya tiba tiba ditelpon seorang sahabat daripada Padang Sumatera. Beliau akan mengunjungi AUIM dalam beberapa hari lagi. Saya titip salam buat para pejuang pendidik umah disana. Meremang bulu roma saya. Terbayang Cordova baru menyeruak di Semenanjung Malaya. Nyala kebangkitan Islam Asia Tenggara berawal disana. Syabas! ***
Elviriadi, PhD adalah seorang penulis prolifik. Seorang muballigh dan juga kritikus sejarah