Duri, Kompas 1 net – Ketua Umum KAMMI Duri, Mandau Kabupaten Bengkalis Efri menyampaikan sindiran terhadap Kota Duri yang akrab disapa dengan Kota Minyak tersebut. Efri menuturkan kepada awak media ini Kamis 16 Oktober 2025. “Ada ironi yang sulit ditelan tapi terlalu nyata untuk diabaikan: Kota Duri, salah satu pusat produksi minyak bumi terbesar di Indonesia, masih bergulat dengan jalan rusak, banjir musiman dan pengangguran yang masih ada,” ujarnya.
Bayangkan, dari perut bumi Duri mengalir jutaan barel minyak yang menopang ekonomi nasional. Lapangan Duri Field, milik PT Chevron Pacific Indonesia (kini di bawah Pertamina Hulu Rokan), ditemukan pada tahun 1941 dan mulai berproduksi tahun 1954, kawasan operasi seluas 67,28 km² di provinsi Riau ini telah menghasilkan lebih dari 2,75 milyar barel minyak mentah, menjadikannya salah satu ladang minyak terbesar dan terproduktif di Indonesia,” kata Efri lagi.
Namun, di atas tanahnya, rakyat masih berhadapan dengan jalan berlubang, pendidikan yang timpang, dan harga sembako yang naik-turun tanpa logika. Duri ini kaya, tapi tak pernah merasa kaya. Kekayaannya menguap lewat pipa, rakyatnya menunggu di tikungan harapan,” sindir Efri.
Ketua KAMMI Duri menambahkan,” Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Bengkalis tahun 2024 menyebutkan, PDRB Kabupaten Bengkalis mencapai Rp153 Triliun, dengan sektor pertambangan dan migas menyumbang hampir setengah dari total nilai ekonomi daerah. Namun, angka kemiskinan 6,31%, dan tingkat pengangguran terbuka 5,88%.
Sementara, sejumlah desa di sekitar kawasan produksi minyak masih kesulitan air bersih, jalan antar-kecamatan rusak, dan fasilitas publik minim. Lucunya, Duri dikenal di peta industri global, tapi di peta kesejahteraan lokal, ia hanya jadi catatan kaki,” tambah Ketua KAMMI Duri.
Ironi Duri bukan hanya tentang infrastruktur yang bolong, tapi juga tentang keadilan pembangunan yang bocor. Dana bagi hasil migas (DBH) yang seharusnya menjadi penopang pembangunan daerah seringkali tidak transparan, sementara kebutuhan dasar masyarakat tak tersentuh,” imbuhnya.
KAMMI Duri menilai, ini bukan lagi soal kurangnya sumber daya, tapi soal ke mana arah hati para pengambil kebijakan. “Kita tidak kekurangan minyak, kita kekurangan nurani pembangunan,” ucapnya tajam. “Sampai kapan Duri hanya jadi ladang untung, bukan tempat hidup yang layak bagi rakyatnya sendiri?” Sebagai organisasi mahasiswa, KAMMI Duri menyerukan agar pemerintah kabupaten Bengkalis, secara khusus teruntuk bupati bengkalis berhenti menutup mata atas paradoks ini.
KAMMI Duri meminta adanya transparansi penggunaan dana migas, pemerataan infrastruktur, dan peningkatan akses ekonomi bagi masyarakat lokal.
“Cukuplah Duri jadi lumbung energi negeri. Sudah saatnya ia jadi rumah yang layak bagi rakyatnya sendiri,” tutup Ketua KAMMI Duri, dengan nada yang menggema lebih dalam dari sekadar kritik, tapi sebagai panggilan nurani untuk membangun kota yang adil di atas sumber daya yang melimpah.
Editor: redaksi