Oleh: Rikky Michael Mandey S.I.K M.H.
Peserta Didik Polri Dikreg Ke-65 gelombang II T.A
Era digital membawa banyak manfaat bagi masyarakat, mulai dari kemudahan berkomunikasi hingga akses layanan keuangan yang cepat, namun dibalik kemudahan tersebut, hadir pula ancaman serius berupa kejahatan siber yang semakin beragam. Data menunjukkan peningkatan signifikan, dari 8.636 kasus pada 2022, naik menjadi 11.297 kasus di 2023, dan melonjak hingga 13,913 kasus pada 2024.
Modus yang digunakan pun makin kompleks, mulai dari penipuan online, judi online judi daring, pencurian data pribadi, hingga serangan Ransomware yang dapat melumpuhkan system penting.
Dalam menghadapi fenomena ini, Polri memiliki peran strategis sebagai garda terdepan dalam menjaga keamanan ruang digital, melalui fungsi preemtif, preventif dan represif, Polri berupaya menekan angka kejahatan siber. Fungsi preemtif dilakukan dengan memberikan edukasi dan literasi digital kepada masyarakat, agar lebih waspada terhadap potensi penipuan.
Fungsi preventif diwujudkan dengan patroli siber, pemantauan aktivis online yang mencurigakan, dan penguatan sistem deteksi dini. Sementara itu, fungsi refresif dilakukan dengan penegakan hukum, penyidikan, hingga penangkapan pelaku baik di dalam negeri maupun jaringan lintas negara.
Namun upaya ini tidak lepas dari sejumlah tantangan, Polri masih menghadapi keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki keahlian khusus di bidang digital, forensik dan keamanan siber. Sarana prasarana yang belum merata juga membuat Penanganan kasus siber di daerah sering terhambat. Selain itu, banyak kasus melibatkan pelaku dari luar negeri, sehingga membutuhkan kerjasama internasional. Di sisi lain, literasi digital masyarakat yang masih rendah juga membuka peluang besar bagi para pelaku untuk menjerat korban.
Untuk menjawab tantangan tersebut, strategi optimalisasi perlu dilakukan. Penguatan kapasitas personel menjadi langkah utama, baik melalui pelatihan intensif maupun sertifikasi berstandar internasional. Modernisasi sarana prasarana berbasis teknologi mutakhir, seperti _artificial intelligence, big data analitics_ dan laboratorium forensik digital, juga sangat dibutuhkan. Di samping itu, sinergitas lintas sektoral dengan lembaga nasional dan komdigi menjadi kunci penting dalam pengawasan ruang digital, Tidak kalah penting, Polri juga harus memperluas kerja sama internasional dengan lembaga keamanan global untuk menghadapi kejahatan lintas batas.
Penanggulangan kejahatan siber bukan hanya tanggung jawab Polri, tetapi juga memerlukan peran aktif masyarakat, Dengan meningkatnya kesadaran akan keamanan digital. Diharapkan masyarakat lebih bijak dalam menggunakan teknologi. Jika strategi komprehensif ini berjalan seimbang, Polri akan mampu menjaga ruang digital nasional tetap aman, sekaligus mendukung agenda besar Indonesia Maju di era transformasi digital.

















